Oleh : Fatimah Azzahra, S.Pd
Timang timang anakku sayang
Jangan menangis bapak disini
Timang timang anakku sayang
Jangan menangis bunda bernyanyi
(Timang-Timang Anakku Sayang)
SYAIR lagu di atas mungkin dinyanyikan ketika sedang bermain dengan buah hati tersayang. Tapi, kini, zaman bergulir. Bapak dan bunda sudah jarang menimang anaknya. Lebih sering menimang gawainya.
Smartphone, si ponsel pintar dengan segala kecanggihannya mampu menggeser hubungan sosial. Antara suami dan istri. Anak dan orangtua. Juga tetangga sekitar. Dulu komunikasi hanya bermodalkan face to face. Ngobrol langsung. Yang dengannya kita belajar berbicara sopan santun. Bonding pun hadir kala kumpul bersama.
BACA JUGA: Soal Karnaval Anak TK Kenakan Cadar dan Senjata Replika, Mendagri: Tidak Ada yang Luar Biasa
Sekarang, beda cerita. Hanya dengan berbekal gawai orang bisa tahan duduk diam dalam ruangan berjam-jam. Kebersamaan pun menjadi hal yang mahal dan langka. Jangan tanya tentang bonding diantara keluarga. Bahkan ada ibu yang sampai bingung mau bicara apa pada anaknya yang sudah dekat dengan gawi. Speech delay jadi hal yang biasa.
Bagai dua sisi mata uang. Gawai pun sama. Ada sisi positif dan negatifnya. Awal tahun lalu, kita disuguhkan kabar 2 pelajar di Bondowoso terkena gangguan kejiwaan karena kecanduan gawai. Mereka histeris ketika gawai diambil dari genggaman. Nau’dzubillah. Apakah kita menanti keluarga itu kecanduan gawai dan bertingkah yang sama? Jangan sampai demikian.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, menyatakan anak yang kecanduan gawai karena kurang perhatian. “Tidak ada perhatian dari lingkungannya. Makanya selama ini, kan, bapak dan ibunya sibuk juga, sibuk main gawai. Gimana anak gak niru coba?” ujar Kak Seto.
Anak itu peniru ulung. Mereka selalu meniru orang terdekat, khususnya orangtua. Allah titipkan anak pada orangtua sepaket dengan tanggung jawabnya. Tak hanya gelak tawa anak-anak dan polah mereka yang lucu nan menggemaskan saja yang kita nikmati. Tapi, ada banyak kewajiban orangtua yang harus ditunaikan pada sang buah hati.
BACA JUGA: Kasus Anak Pencandu Rokok, KPAI: Orang Tua Dapat Dipenjara
Orangtua, keluarga yang paling dekat dengan anak. Semua tingkah orangtua pun terlihat jelas oleh anak. Jika orangtua sibuk bergawai ria, maka anak pun akan menjadi penerusnya. Padahal, ada segunung kewajiban menanti. Orangtua bertugas untuk menanamkan aqidah pada anak-anaknya. Meletakkan pondasi keimanan di dalam sanubarinya. Memupuk fitrah iman yang telah Allah berikan. Dengan apa? Tentu bukan dengan gawai. Tapi, komunikasi yang berkualitas. Eye to eye. Penuh dengan tatapan cinta dan kasih sayang. Disertai usapan penuh kelembutan. Dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti ananda.
Latih motoriknya. Ajak anak-anak mengeluarkan energinya. Berlari. Berenang. Berkuda. Memanah. Semua olahraga bisa dicoba sesuai dengan umur anak-anak kita. Asah kekuatan tubuhnya. Jadikan anak-anak kita, anak-anak yang kuat fisiknya. Masukkan aqidah di dalam motivasinya untuk sehat. Allah suka muslim yang sehat, yang kuat.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah Sallallahu Alayhi Wasallam bersabda: “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan.” [HR. Muslim]
BACA JUGA: Anak Buta
Jika dalam menjalankan urusan pekerjaan atau tugas perkuliahan saja kita membuat rencana. Apalagi mendidik buah hati tercinta. Titipan Yang Maha Kuasa. Harus lebih terencana. Cobalah buat rencana kegiatan bersama anak-anak. Kegiatan harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Ingatlah, waktu kebersamaan kita sebagai orangtua, tidak akan lama. Akan ada masanya mereka lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Ada masanya mereka akan ‘diambil’ oleh jodohnya.
Apakah waktu yang sebentar itu bisa kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah swt? Yang menitipkan buah hati kepada kita. Sudahkah kita optimal mendidik anak-anak kita. Sudahkah kita serius mendampingi mereka? Seserius kedekatan kita dengan gawai selama ini.
Cukuplah ini sebagai pengingat. Bagi penulis khususnya. Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Wallahua’lam bish shawab. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.