‘AQIDAH Islamiyah telah meyakinkan kita bahwa kehidupan di dunia bukanlah fase kehidupan terakhir bagi manusia. Ada kehidupan setelah kehidupan dunia yang kekal abadi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يأيها الذين ءامنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد ، واتقوا الله ، إن الله خبير بما تعملون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).
Allah subhanahu wa ta’ala juga telah berfirman:
وعد الله المنفقين والمنفقت والكفار نار جهنم خلدين فيها ، هي حسبهم ، ولعنهم الله ، ولهم عذاب مقيم
Artinya: “Allah menjanjikan neraka jahannam bagi orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.” (QS. At-Taubah [9]: 68)
BACA JUGA: Apakah Seorang Rasul Menghadapi Pertanyaan di Hari Kiamat?
‘Aqidah Islamiyah pun telah meyakinkan kita bahwa Allah akan menunjukkan ke-Maha Adil-annya di yaumil aakhir kelak. Tentang hal ini, saya akan sedikit menyampaikan tafsir surah Al-A’raaf ayat 8 dan 9.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
والوزن يومئذ الحق ، فمن ثقلت موزينه فأولئك هم المفلحون . ومن خفت موزينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم بما كانوا بأيتنا يظلمون
Artinya: “Timbangan pada hari itu ialah haqq, maka barangsiapa berat timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raaf [7]: 8-9)
Dalam tafsir al-Qurthubi, Imam al-Qurthubi mengutip pernyataan dari adh-Dhahhak dan al-A’masy, menafsirkan kata al-wazn dengan al-‘adl dan al-qadha. Maksudnya, pada hari kiamat keadilan (al-‘adl) dan peradilan (al-qadha) Allah ta’ala itu benar adanya. Pendapat ini senada dengan pendapat Mujahid (lihat tafsir Ibnu Abi Hatim).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa timbangan (al-wazn) tersebut adalah atas amal perbuatan manusia. Maksudnya, Allah akan mengukur amal perbuatan manusia di dunia ketika hari kiamat. Ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa al-wazn itu adalah peradilan (al-qadha). Dari sini bisa kita pahami bahwa Allah akan menimbang amal perbuatan manusia di dunia, apakah ketika di dunia ia menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya atau malah sebaliknya.
Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa makna al-haqq adalah Allah ta’ala tidak menzhalimi siapapun. Berbeda dengan peradilan di dunia, peradilan Allah di hari akhir akan sangat adil dan tidak menzhalimi siapapun. Yang taat akan mendapat kebahagiaan, yang kufur dan pelaku maksiat besar akan mendapat siksa.
Imam Mujahid menjelaskan frase “faman tsaqulat mawaaziinuh” yang artinya “maka barangsiapa yang berat timbangannya” maksudnya adalah yang berat timbangan kebaikannya. Jadi frase ini adalah untuk orang-orang yang lebih banyak amal shalihnya dibanding amal salahnya.
Fa-ulaaika humul muflihuun, artinya merekalah orang-orang yang beruntung. Dan, keberuntungan di hari akhir adalah keridhaan Allah dan surga. Ibnu ‘Abbas menjelaskan frase ini dengan kalimat, “yaitu orang-orang yang mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan selamat dari keburukan yang ingin mereka hindari” (silakan lihat di tafsir Ibnu Abi Hatim). Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Lalu, bagi orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, mereka telah merugikan diri mereka sendiri. Maksudnya adalah orang-orang yang lebih banyak maksiatnya dibanding taatnya. Dalam surah al-Mu’minuun ayat 103, Allah dengan sangat jelas menyatakan bahwa orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya akan kekal di jahannam.
BACA JUGA: Meminta-minta, Melelehkan Daging Wajah pada Hari Kiamat
ومن خفت موزينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم في جهنم خلدون
Konteks surah al-Mu’minuun ayat 103 diatas adalah terhadap orang-orang kafir, sedangkan terhadap muslim yang ringan timbangan kebaikannya, mereka juga akan mendapatkan kerugian berupa siksa neraka, walaupun tak kekal seperti orang-orang kafir. Wallahu a’lam.
Mengapa mereka disiksa? Allah menyatakan, bimaa kaanuu biaayaatinaa yazhlimuun. Kata yazhlimuun, dalam tafsir al-Jalalayn, ditafsirkan dengan yajhaduun yang artinya mengingkari. Artinya, mereka disiksa karena keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Wallahu a’lam.
Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya. Mari berusaha menjadi muslim yang taat, beraqidah yang lurus dan beramal shalih dengan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah ta’ala memudahkan.
Web: Abufurqan.net
Facebook: Muhammad Abduh Negara