SHALAT merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang seharusnya dilaksanakan tepat waktu. Namun karena salah satu sifat manusia itu lupa, maka terkadang shalat pun terlewatkan.
Siapa pun yang sudah wajib shalat lalu ia tidak mengerjakannya hingga luput waktunya disebabkan karena tertidur atau lupa, maka ia harus mengqadha’ shalat tersebut setelah waktunya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلاَةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى
“Jika salah seorang di antara kalian tertidur atau lalai dari shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Karena Allah berfirman (yang artinya), ‘Kerjakanlah shalat ketika ingat.’ (QS. Thaha: 14).” (HR. Bukhari, no. 597 dan Muslim, no. 684).
BACA JUGA: 5 Keistimewaan Shalat Subuh Berjamaah
Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban baginya selain itu.” (HR. Bukhari, no. 597).
Dalam riwayat lain juga disebutkan,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.” (HR. Muslim, no. 684).
Jika shalat luput karena uzur, maka hendaklah shalat tersebut diqadha’ dengan segera. Jika pun diakhirkan juga dibolehkan, berarti qadha’nya tidak segera.
Perlu diketahui bahwa qadha’ shalat di luar waktunya karena ada uzur tertidur atau lupa, tidaklah dikenakan dosa. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan,
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku ketika mereka keliru, lupa, atau dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, no. 2045. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Juga dalam hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Pena itu diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia mimpi basah (baligh), (3) orang gila sampa ia berakal (sadar).” (HR. Abu Daud, no. 4403. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
BACA JUGA: Hanya Shalat dan Puasa Bisa Masuk Surga?
Berbeda dengan orang yang meninggalkan shalat karena uzur tertidur atau lupa, seorang yang dengan sengaja meninggalkan shalat tanpa uzur dihukumi berdosa. Hal ini lantaran dia telah menyelisihi berbagai dalil tegas yang menyatakan wajibnya shalat.
Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja tersebut wajib mengqadha’. Ia wajib mengqadha’ dengan segera karena ia benar-benar meremehkan shalat hingga diakhirkan.
Ia juga harus bertaubat. Karena orang yang meninggalkan shalat terkena hukuman dibunuh karena sebab shalat yang ia luput. Namun jika ia mengqadha’ shalat walaupun telat, maka ia tidak dihukum bunuh.
Dalilnya yang memerintahkan untuk qadha’ adalah hadits yang disebutkan sebelumnya, “Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.”
Dalil hadits menunjukkan bahwa tidur dan lupa adalah keadaan uzur dan disuruh untuk mengqadha’. Maka untuk keadaan orang yang meninggalkan shalat tanpa ada uzur, tentu saja mesti ada qadha’. Lihat pendapat Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily yang menjelaskan fikih Syafii dalam Al-Mu’tamad, 1:174.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ah Al-Fatawa (22:19) menjelaskan bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat dan puasa secara sengaja apakah perlu diqadha’. Beliau rahimahullah berkata,
الْأَكْثَرُونَ يَقْضِيهِ ، وَقَالَ : بَعْضُهُمْ لَا يَقْضِيهِ ، وَلَا يَصِحُّ فِعْلُهُ بَعْدَ وَقْتِهِ كَالْحَجِّ . وَقَدْ ثَبَتَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : عَنْ الْأُمَرَاءِ الَّذِينَ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا . { فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا ، وَاجْعَلُوا صَلَاتَكُمْ مَعَهُمْ نَافِلَةً } . وَدَلَّ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ ، وَاتِّفَاقُ السَّلَفِ عَلَى الْفَرْقِ بَيْنَ مَنْ يُضَيِّعُ الصَّلَاةَ فَيُصَلِّيهَا بَعْدَ الْوَقْتِ ، وَالْفَرْقُ بَيْنَ مَنْ يَتْرُكُهَا . وَلَوْ كَانَتْ بَعْدَ الْوَقْتِ لَا تَصِحُّ بِحَالِ لَكَانَ الْجَمِيعُ سَوَاءً
BACA JUGA: Apakah Orang Cacat dan Tak Bisa Bicara Tetap Wajib Shalat?
“Kebanyakan ulama menilai, shalat atau puasa yang ditinggalkan dengan sengaja, harus diqadha’. Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa seperti itu tidak perlu diqadha’. Bahkan tidak sah mengerjakan qadha’ tersebut setelah keluar waktunya sebagaimana ibadah haji. Dan ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pemimpin yang sengaja mengakhirkan waktu shalat dari waktunya.
Beliau bersabda, ‘Tetaplah kalian shalat pada waktunya. Cukup jadikan shalat kalian bersama penguasa kalian sebagai shalat sunnah.’ Al-Qur’an dan As-Sunnah juga kesepakatan para salaf menunjukkan perbedaan antara orang yang mengabaikan shalat hingga mengerjakan shalat di luar waktu dan perbedaan orang yang meninggalkan shalat. Yang jelas, jika shalat itu dikerjakan di luar waktunya, sama sekali tidaklah sah.”
Penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah itulah yang dijadikan alasan bahwa tidak ada qadha’ shalat bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja. []
SUMBER: RUMAYSHO