“EMPATI adalah salah satu kualitas tertinggi manusia,” kata Dr. Steve Taylor, dosen psikologi di Universitas Leeds Beckett.
“Empati adalah akar dari sebagian besar perilaku yang kita kaitkan dengan ‘kebaikan’. Itu adalah akar dari kasih sayang dan altruisme, pengorbanan diri dan amal. Sebaliknya, kurangnya empati adalah akar dari perilaku paling merusak dan kejam – pada kenyataannya, segala sesuatu yang kita kaitkan dengan ‘kejahatan’.
Kurangnya empati terhadap korban memungkinkan terjadinya kejahatan. Kurangnya empati dengan kelompok manusia lain memungkinkan terjadinya peperangan.
Kurangnya empati memungkinkan psikopat untuk memperlakukan manusia lain tanpa perasaan, sebagai objek yang tidak memiliki nilai kecuali sebagai alat untuk memuaskan keinginan mereka.” (Steve Taylor, Understanding Empathy)
BACA JUGA: Dua Keuntungan dari Rasa Empati yang Tulus
Dengan kata lain, empati adalah yang membuat kita menjadi manusia dan menyelamatkan kita dari menjadi jahat.
Empati membawa pahala baik di dunia ini dan di akhirat, dalam kehidupan individu dan juga di komunitas secara keseluruhan.
Itu adalah semen yang memperkuat cinta antar manusia. Itu melembutkan hati kita dan menuntun jiwa kita untuk berbuat baik; itu membuat kita menjadi orang percaya sejati.
Masalahnya adalah kebanyakan dari kita tidak merasakan jenis empati yang sama sepanjang waktu; bahkan kadang kita tidak tahu bagaimana menyalakan cahaya empati di hati kita. Kita menangis saat menonton film, tetapi tidak bisa memahami tangisan ibu kita saat kuenya gosong, misalnya.
Bagaimana kita mengendalikan tombol empati? Bagaimana kita merasakan empati terhadap seseorang atau siapa pun?
Jika ingin berempati dengan orang tertentu, berikut beberapa hal yang bisa dicoba:
1 Kenali orangnya
Bergaul dengannya, mungkin menjelajahi profil online-nya, belajar tentang dia dari orang lain, dan sebagainya.
2 Berlatih mendengarkan secara aktif
Kita semua memiliki keinginan untuk mengekspresikan diri. Tetapi ketika ingin berempati terhadap seseorang, tekan sedikit keinginan itu dan dorong orang lain untuk berbicara.
Taburkan percakapan dengan ekspresi simpatik (hmm, “Saya mengerti,” “Saya mengerti,” atau “Lalu apa yang terjadi?”) Dan ulangi apa yang baru saja mereka katakan dengan kata-kata kita sendiri untuk memberi tahu mereka bahwa kita mengerti dan bahwa kita tertarik dengan cerita mereka.
BACA JUGA: Belajar Empati dari Kisah Abu Hurairah dan Satu Bejana Susu
3 Membaca mata
Kita bisa menyamarkan emosi kita yang sebenarnya dengan meregangkan mulut menjadi senyuman palsu, tetapi mata kita selalu mengkhianati kita. Belajar lah membaca mata. Di waktu luang, lakukan riset tentang ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
4 Visualisasikan diri dalam situasi orang lain
Bebaskan imajinasi. Biarkan hal itu membawa kita ke dunia orang lain. Contoh: Bayangkan rumah kita dibom menjadi puing-puing. Semua harta milik kita telah dihancurkan. Bagaimana perasaan kita?
5 Ingat situasi serupa dalam hidup kita dan bagaimana perasaan kita tentangnya
Misalnya, ceritakan tentang seorang ibu yang kehilangan anaknya dengan mengingat perasaan kita saat anak kucing kita meninggal. Memang tidak sama, tapi itu akan memberi kita firasat tentang perasaan ibu tersebut.
6 Menjumlahkan semuanya
Empati adalah naluri alami seperti keterampilan yang dapat kita pelajari dan kembangkan. Investasikan waktu untuk membangun keterampilan yang sangat berguna ini, dan jadilah manusia yang lebih baik dan mukmin yang lebih baik lagi. Insya Allah. []