HATI seorang mukmin, senantiasa dijaga di titik tengah. Adalah dia berbahagia ketika menyimak sabda Nabi dan firman Rabbnya:
Imam Ahmad meriwayatkan dari Tsauban, Maula Rasulillah ﷺ, dia berkata bahwa kekasihnya ﷺ bersabda, “Tidaklah dunia dan apa yang terdapat di dalamnya lebih aku sukai jika dibandingkan dengan ayat ini:
“Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS Az Zumar: 53).
Lalu agar kegembiraannya tak menariknya ke tubir kelalaian, dia harus bergegas merenungkan ayatNya yang lain semisal ini:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” (QS Al Baqarah: 214).
Seorang mukmin, tak boleh berputus asa dari rahmat Rabbnya. Dia harus berbangga dengan keimanannya, harus berbahagia karena ‘amal shalihnya. Lalu di saat yang sama dia khawatir, adakah imannya bernilai, adakah ‘amal shalihnya kan berharga di sisi Rabbnya dan tak hangus oleh ‘ujub juga riya’?
Ketika berdosa, dia juga harus berada di titik tengah. Bergegaslah untuk bertaubat dengan keyakinan penuh bahwa Allah Maha Pengampun. Lalu dalam istighfar tak henti dan perjuangan memperbaiki diri, ragukan kembali apakah dia layak diampuni dan langkah berbenahnya cukup berarti.
Hati seorang mukmin, senantiasa dijaga di titik tengah.
Dia berjuang keras untuk ikhlas, tapi selalu mempertanyakan sudahkan dia ikhlas. Dia kerahkan segala upaya untuk beramal yang paling ihsan, tapi dia tahu diri, semua yang dia lakukan semata adalah karunia dan pertolongan Allah. Dia mati-matian beramal shalih dalam iman, tapi dia yakin, semua itu takkan cukup menebus nikmat Allah, lalu harapnya memuncak akan rahmat dan ridhaNya.
Hati seorang mukmin, senantiasa dijaga di titik tengah. Seperti syair di akhir hayat Imam Asy Syafi’i yang dilantunkan dengan airmata berlinang:
إليـك إلـــه الخـلــق ارفــع رغـبـتـي
وإن كنتُ يا ذا المن والجود مجرما
و لمـا قسا قلبــي وضاقـت مذاهبــي
جعـلـت الرجــا منــي لعفــوك سُلما
PadaMu duhai sesembahan seluruh makhluq, kuhaturkan kesah & keluhan. Meski aku pendosa hina, wahai Pemilik Karunia & Kedermawanan.
Apabila hatiku mengeras & menjadi sempit tempuhan jalan; kujadikan harapku pada ampunanMu sebagai tangga titian.
تعـاظـمـني ذنبـــي فـلـما قــرنتـه
بعفوك ربــي كان عفـوكَ أعظمــا
وما زلتَ ذا عفوٍ عـن الذنب لم تزل
تــــجود وتــعــفـو منَّــةً وتـكـرمـــا
Terasa amat besar dosaku, tapi bila kubandingkan dalam renung. Dengan ampunanMu duhai Rabbku, kemaafanMu jauhlah lebih agung.
Tiada henti Kau Mengampuni, pada dosa tak henti-henti, Kau limpahkan & Kaumaafkan, sebagai kedermawanan & pemuliaan. []
Sumber: Fan Page Salim A Fillah