JAKARTA—Pengamat politik Universitas Budi Luhur Tjipta Lesmana, menilai gonjang-ganjing impor beras saat ini terjadi karena pemerintah tidak memaksimalkan peran Badan Urusan Logistik Nasional (Bulog) sebagai stabilisator stok beras nasional.
“Mestinya persoalan beras, Bulog nomor satu,” kata Tjipta di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/01/2018).
Tjipta menilai Pemerintah seharusnya memberi kewenangan penuh atas Bulog untuk mengatur penyimpanan dan pendistribusian beras.
Bulog, lanjut Tjipta, memiliki kewajiban mengatasi ketimpangan stok beras di daerah-daerah. Kewajiban Bulog lainnya adalah membeli hasil panen para petani dalam negeri berapa pun harganya.
“Saat ini (Bulog) kurang diberdayakan sehingga dibikinlah kekacauan soal perberasan,” imbuhnya.
Tjipta menyayangkan kenginan Kementerian Perdagangan yang ingin mengimpor 500.000 ton beras dari Vietnam dan Thailand. Padahal, kata Tijipta, Februari dan Maret tahun ini Indonesia akan menjalani panen raya. Saat panen raya, Indonesia bisa mendapatkan minimal 2 juta ton pada Februari dan Maret.
“Kalau kita khusus impor beras, minimal satu setengah sampai dua bulan baru beras datang. Kecuali pemerintah umumkan kebijakan impor beras, kapal sudah jalan dari Vietnam dari Bangkok, sebentar lagi sudah sampai ke sini.Nah ini kan (nampaknya) ada permainan,” kata Tjipta.
Keinginan pemerintah mengimpor beras dipandang aneh oleh Tjipta. Pada tahun 2016 dan 2017 Indonesia bisa mengatasi krisis beras tanpa impor meski diterpa bencana El Nino dan La Nina. Lalu tiba-tiba di awal tahun ini Pemerintah ingin impor beras lantaran harga naik.
“Betul, kira kira menjelang natal harga bergerak. Di Jakarta tolak ukurnya terutama Pasar Induk Cipinang. Di daerah juga agak bergerak, beras juga muali kurang. Pertanyaannya apakah dengan adanya kenaikan harga kita cepat putuskan impor? Masa sulit kita survive, tidak impor,” tutur Tjipta. []
Reporter: Tommy