“LAGI enak-enaknya merokok sambil ngopi,” cerita Mang Kumis suatu hari, “Iseng saya hidupin radio. Eh, pas sekali ada iklan layanan masyarakat yang menerangkan bahaya merokok, menyebabkan kematian, serangan jantung dan impotensi. Deg. Hati saya berdebar, takut dan tersentuh.”
Bujang menyimak sambil membetulkan duduk di bangku pos ronda sore itu, kepalanya mengangguk-angguk tanda memerhatikan dengan serius.
Mang Kumis melanjutkan ceritanya, “Ah, langsung saja saya matikan.”
BACA JUGA: Kisah Taubatnya Gelandangan Ahli Maksiat
“Rokoknya?” tukas Bujang penasaran.
“Bukan. Tapi radionya.”
Gubrak!
Kadang bukan pintu tobat kita yang tertutup, tapi hati belum menerima seruan kebaikan itu. Kesempatan itu ada, tapi jiwa masih berat melangkah meninggalkan kebiasaan lama.
Tentu saja bukan hanya merokok, tapi segala perbuatan buruk yang seolah tidak buruk lagi karena teramat seringnya melakukan hal demikian. “Kebohongan yang.. berulang-ulang akan menjadi kebenaran,” begitu Adolf Hitler mengatakan.
Tentu saja bukan kebenaran sesungguhnya, melainkan kebenaran yang dianggap benar karena seringnya dilakukan. Seolah-olah tak bersalah, seolah-olah tak berdosa.
Mabuk, zina, berbohong, korupsi, menipu dan sebagainya. Adalah pintu-pintu dosa yang boleh jadi sangat akrab dalam kehidupan sebagian orang, atau jangan-jangan dalam kehidupan kita saat ini. Astaghfirullah…
BACA JUGA: 4 Langkah Sebenar-benarnya Taubat
Bila yang terjadi demikian, maka bergegas meninggalkan segala perbuatan buruk adalah kebaikan. Why? Mati itu rahasia, kapan waktunya dan di mana tempatnya. Tak ada yang tahu. Maka selagi masih ada kesempatan untuk tobat, segera menuju ampunan Allah SWT.
Hentikan keburukan, mohon ampun, dan perbaiki kehidupan dengan amal kebajikan. Semoga Allah ampuni, bimbing, dan selamatkan kita di dunia dan akhirat. Aamiin. []