Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo
Penulis, Dosen STEI Tazkia
TAHUN 1592, Robert Greene mempopulerkan istilah “Jack of all Trades” diperuntukkan bagi mereka yang serba bisa dalam berbagai bidang. Pada abad 17, ungkapan itu mengalami penambahan, “Jack of all Trades, Master of None”, berkemampuan dalam banyak bidang namun tidak ahli dalam bidang apapun. Artinya, mereka yang menyelami banyak bidang tidak dapat menjadi ahli dalam satu bidang tertentu, terlebih ahli dalam beberapa bidang.
Apa yang telah ditunjukkan oleh para ulama Islam beberapa abad sebelum Robert Green lahir ternyata bertolak belakang dari anggapan di atas. Imam Ibnu Jarir ath Thabari, misalnya, adalah salah satu contoh dari ulama ensiklopedik, ahli dalam banyak disiplin ilmu.
Imam Thabari adalah ahli fikih, ilmu tafsir, ilmu logika, syair, lingusitik, ilmu qiro’at, dan sejarah. Dalam tafsir, beliau menulis kitab Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an sebanyak 26 jilid, setara 18.200 halaman setelah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Beliau juga meletakkan dasar metodologi sejarah, At-Tautsiq wa Itsbatul Haqaiq, melalui kitabnya Tarikh Thabari.
Ulama multi talenta lainnya adalah Ibnu Qoyyim al Jaiziyah. Al-‘Allamah ash-Shafadi mengatakan, “Beliau telah menulis banyak karya ilmiyah dan menjadi salah seorang dari imam-imam terkemuka dalam ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh maupun ushul ilmu kalam, [dan] cabang-cabang ilmu bahasa Arab.” Apabila kita menyelami buku-buku terjemahannya, kita akan dapati beliau sangatlah fakih dalam tazkiyatun nafs dan psikologi.
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir masing-masing menguasai ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu fikih, dan akidah. Ibnu Katsir juga merupakan sejarawan besar dengan karyanya al Bidayah wa Nihayah. Karya fenomenal beliau yang kerap kita jumpai di rak-rak buku di masjid kaum muslimin adalah Tafsir Ibnu Katsir.
Ibnu Khaldun sangatlah popular di barat. Beliau menguasai ilmu hadis, sejarah, fikih, dan ilmu logika. Ia juga ahli dalam teologi, ilmu alam, matematika dan astronomi. Magnum opus-nya, Muqaddimah, menunjukkan kapasitas beliau sebagai sejarawan. Para pemikir barat bahkan mendudukkan beliau sebagai pionir ilmu sosial. Pemikiran ekonomi beliau juga terus dikaji hingga hari ini.
Dalam bidang sains, para ilmuwan ensiklopedik lebih banyak lagi. Cukuplah Ibnu Haitham Alhazen, mewakili jajaran ilmuwan lintas disiplin ilmu. Beliau seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, matematika, falak, farmasi, geometri, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan yang berkaitan dengannya.
Beliaulah yang meletakkan pondasi bagi kiprah ilmuwan barat dalam menemukan mikroskop dan teleskop, dan pionir dalam fisika dan optik. Bahkan pelopor penulisan ensiklopedia sendiri dicetuskan oleh al Biruni dan penjelajah besar, Ibnu Battutah.
Dari Nusantara, Prof Dr Hamka adalah seorang ulama ensiklopedik yang menguasai ilmu filsafat, sastra, sejarah, sosiologi, dan tafsir, selain dari ilmu politik. Salah satu karya besar beliau adalah Tafsir Al Azhar. Beliau juga merupakan pahlawan nasional dan pernah menjabat sebagai Menteri Agama.
Kini, ungkapan senada yang popular di barat adalah, “mastering one thing is better than being average at many things”, menjadi ahli dalam satu bidang saja lebih baik ketimbang setengah-setengah dalam banyak bidang. Kalau kita cermati, para ulama dan ilmuwan Islam membuktikan sebaliknya. Menuntut ilmu adalah fitrah agama Islam dan harus dituntut dengan ikhlas karena Allah. Jika Allah Menghendaki, Dia akan memberikan ilmu sebanyak yang Dia Kehendaki.
“Ya Rabbi, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS. 20:114). []