Oleh: Sibt Umar
pcimyaman@gmail.com
MENJELANG wafatnya Muawiyah salah seorang sahabat nabi, dia sempat meluangkan waktu sibuknya -dalam menjalankan roda pemerintahan- untuk berkhutbah dihadapan masyarakatnya:
“Wahai umat muslim, ketahuilah! Sungguh setiap orang yang mau menebar benih kebaikan di muka bumi ini pasti akan menuai hasilnya.”
“Dan aku sungguh telah menuntaskan urusan pemerintahan ini.”
“Maka setelahku tidaklah akan lebih baik dariku, karena tidaklah berputar roda zaman kecuali zaman setelahnya lebih buruk dari sebelumnya.”
“Karena seperti itulah ketentuan Rasulullah di dalam haditsNya.”
Setelah berkhutbah di hadapan khalayak umum, Muawiyah ingin menyampaikan suatu wasiat kepada anaknya Yazid:
“Wahai Yazid jika nanti tiba ajalku, suruhlah orang yang ahli fiqh untuk memandikanku.”
“Karena Allah lebih memuliakan ahli fiqh dari selainnya.”
“Wahai anakku, jika nanti tiba ajalku ambillah secarik kain yang aku letakkan di lemari.”
“Jadikan kain bekas baju Rasulullah itu sebagai kafanku, dan taruhlah seikat kain yang di dalamnya sebuah rambut dan kuku Rasulullah di dalam kafanku.”
BACA JUGA: Terbunuhnya Husain Cucu Kesayangan Rasulullah SAW di Bulan Muharram
“Wahai Yazid, tetaplah kamu berbakti kepada orang tua.
“Maka ketika kau letakkan jasadku ini di liang lahat, cepatlah kamu selesaikan.”
“Biarkan aku (Muawiyah) sendiri menghadap Dzat Maha Pemurah.”
“Wahai Yazid, perhatikan Husein! Ia adalah orang yang paling dicintai muslimin.”
“Sambunglah tali silaturahmi dengannya, karena dengan begitu segala urusanmu akan lancar.”
“Jangan sampai terulang kejadian yang telah menimpaku (aku telah membelot atas perintah ayah dan saudaranya).”
Lantas ketika datang waktu ajalnya, Muawiyah berdoa seraya menangis: “Wahai Allah, sungguh kau akan mengampuni seluruh hamba yang tidak menyekutukanMu. Maka limpahkanlah ampunanMu itu kepada hambaMu ini.”
Telah wafat Muawiyah sahabat rasul pada: malam Jumat, 8 Rajab tahun 60 Hijriah di kota Damaskus, Syiria, dengan Yazid sebagai imam di sholat jenazahnya. Ahli tarikh berbeda pendapat dalam memvonis sebab kematian dari Muawiyah sendiri. Sebagian berpendapat: karena Muawiyah mengidap penyakit ”lauwqah” (penyakit yang disebabkan karena kelebihan zat lemak dalam tubuh).
PROFIL SINGKAT YAZID, PUTRA MAHKOTA DINASTI UMAYYAH
Yazid adalah anak dari Muawiyah. Adapun ibu dari Yazid adalah Maysun binti Bahdal bin Aniyf yang merupakan salah satu dari istri Muawiyah. Ahli tarikh bertutur: “Maysun termasuk wanita yang memiliki paras nan cantik, martabat yang mulia serta tekat dan usaha yang kuat.”
Karena sebab inilah Allah karuniakan anaknya Yazid sebagai pengemban roda pemerintahan dinasti Umayyah setelah kematian ayahnya.
SENGKETA POLITIK DALAM PENENTUAN KHILAFAH SETELAH MUAWIYAH
Setelah berita kematian Muawiyah tersebar ke seantero jagat, muncul percikan politik yang di sebabkan pembaiatan serta pemberian jabatan dinasti Muawiyah kepada anak dari Muawiyah: “Yazid”. Sontak keputusan ini mengundang amarah serta penolakan dari mayoritas Ahlu bait dan para pembesar sahabat yang masih hidup.
Dikarenakan sosok dari Yazid yang tidak pantas untuk mengemban pemerintahan di karenakan gaya hidup serta usia yang dikatakan masih dini. Tak heran juga, Rasulullah pun jauh-jauh hari sudah memprediksi kejadian ini. Dalam haditsnya yang diriwayatkan Rowyani di kitab Musnadnya, dari Abu Dzar dia berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
(( أول من يبدل سنتي رجل من بني أمية يقال له: يزيد ))
“Orang pertama yang akan menentang sunnahku ialah seorang lelaki dari Bani Umayyah yang bernama: ‘Yazid’.”
Hal inilah yang menjadi sebab penolakan mayoritas Ahlul bait untuk menerima dan membaiat Yazid sebagai Khalifah pengganti. Sosok yang tidak setuju atas keputusan ini adalah: Sayidina Husen, Sayidina Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas serta Abdullah bin Abu bakar. Atas dasar penolakan ini, amarah dari Yazid yang saat itu ada di Irak mulai menggebu.
Adapun Sayidina Husen dan Abdullah bin Zubair memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan pergi ke Madinah sebagai penentangan atas diangkatnya khilafah tersebut. Mereka berdua memasuki Makkah pada malam Jumat, 3 Sya’ban tahun 60 Hijriah dan memutuskan bermukim di sana sampai nanti keberangkatannya ke Irak pada hari Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah 60 Hijriah.
BACA JUGA: Ini 3 Peristiwa Bersejarah yang Terjadi di Bulan Muharram
UTUSAN SAYIDINA HUSEN BERANGKAT KE IRAK UNTUK MEMASTIKAN KEBENARAN BERITA
Setelah kematian Muawiyah dan diangkatnya putranya sebagai khalifah, silih berganti berita dan surat dari penduduk Irak terkirim kepada Sayidina Husen. Isi berita tersebut intinya: mengajak dan membujuknya untuk mau datang ke Irak dan berjanji untuk mengangkatnya sebagai khalifah pengganti Yazid. Serta menjelaskan terjadinya perpecahan kaum muslimin di Irak yang tak akan teratasi kecuali dengan kehadiran Sayidina Husen.
Menanggapi masalah ini, Sayidina Husen tak tinggal diam maka di utuslah Muslim bin Uqail (sepupu dari Sayidina Husen) ke Iraq untuk memastikan kebenaran kabar ini. Jikalau memang benar adanya maka tindakan yang di ambil adalah Sayidina Husen beserta seluruh keluarga dan para pembantu akan berangkat ke Kufah untuk mencari bantuan, jikalau pemerintah pihak Irak tidak menerima kehadirannya.
Atas dasar perintah, berangkatlah Muslim bin Uqail dengan membawa 2 orang penunjuk jalan yang nantinya mereka berdua mati di perjalanan karena kehausan. Karena sebab itulah Muslim meminta izin kepada Husen untuk merubah tujuan ke Kufah untuk meminta informasi lebih dalam kepada penduduk setempat terkait berita tentang penduduk Irak. []
BERSAMBUNG