Oleh: Abidlah Salfada B.
Mahasiswa Semester 4 Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
DEWASA ini, tingkat perkembangan teknologi semakin cepat dan cangih, sehingga mempengaruhi banyak sendi kehidupan manusia, termasuk ekonomi. Alat tukar atau lazimnya disebut sebagai uang turut terkena imbas fenomena globalisasi. Menurut beberapa ahli ekonomi, beberapa puluh tahun ke depan keberadaan mata uang konvensional akan tergantikan oleh uang digital yang dipandang lebih memudahkan dalam proses transaksi.
Bitcoin adalah satu dari banyak mata uang digital (crypto currency) yang sedang menjadi bahan perbincangan banyak kalangan. Nilai atau harga satuan dari Bitcoin sendiri bersifat fluktuatif, mengalami naik turun harga yang selalu bervariasi dari tahun ke tahun. Pada pertengahan tahun 2016 sampai dengan sekarang, Bitcoin tercatat mengalami peningkatan value sangat tinggi. Hal tersebut tentunya banyak menarik minat para ekonom maupun orang awam untuk berinvestasi dengan Bitcoin.
Masalah yang ditimbulkan dari paparan di atas adalah kurangnya sosialisasi hukum Bitcoin menurut kaca mata fiqh muamalah syari’ah, sehingga masih banyak muslim yang belum mengetahui hukumnya. Penulis coba sajikan beberapa pendapat ulama kontemporer yang berkaitan tentang masalah ini dan mengetengahkan jalan keluar bagi permasalahannya.
Pada dasarnya mata uang virtual seperti Bitcoin dan serupanya dikategorikan sebagai ‘harta virtual’ sehingga boleh difungsikan sebagai alat transaksi muamalah dan sebagai investasi. Konsekuensi dari hukum ‘mubah’ di atas adalah jatuhnya vonis hukum wajib zakat bersamaan dengannya.
واختلف المتأخرون فى الورقة المعروفة بالنوط فعند الشيخ سالم بن سمير والحبيب عبد الله بن سميط أنها من قبيل الديون نظرا إلى ما تضمنته الورقة المذكورة من النقود المتعامل بها وعند الشيخ محمد الأنبابى والحبيب عبد الله بن أبى بكر أنها كالفلوس المضروبة والتعامل بها صحيح عند الكل وتجب زكاة ما تضمنته الأوراق من النقود عند الأولين زكاة عين وتجب زكاة التجارة عند الآخرين فى أعيانها إذا قصد بها التجارة
“Para ulama mutaakkhirin berbeda pendapat dalam permasalahan hukum uang elektronik. Menurut Syaikh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith uang elektronik diserupakan dengan hutang piutang, dengan melihat substansi dasarnya yaitu berupa uang -nuqud.
Sedangkan menurut Syaikh al-Unbaby dan Habib Abdulah bin Abu Bakar, uang elektronik sama saja dengan uang cetak seperti pada umumnya, sehingga hukum bertransaksi muamalah dengan menggunakannya adalah mutlak diperbolehkan. Hal tersebut mengandung konsekuensi jatuhnya hukum wajib mengeluarkan zakat dengan harta yang tersimpan dalam kartu-kartu tersebut dengan macam zakat ‘ain menurut pendapat pertama, dan wajib membayar zakat perdagangan -tijarah- apabila uang elektronik tersebut dipakai sebagai alat transaksi dalam perdagangan menurut pendapat kedua.
Menurut pendapat lain, karena nilai tukar Bitcoin sangat bersifat fluktuatif, dan naik turunnya biasanya dalam jumlah yang signifikan, sehingga mengakibatkan hasil untung dan rugi investasi Bitcoin terkesan spekulatif (maisir), maka sebagian ulama menghukumi investasi Bitcoin adalah haram dan tidak sah. Wallahu A’lam. []
Sumber: At-Tarmasy, “Al-Mathba’ah Al-‘Amitah As-Syarafiyyah bi Mishra Al-Mahmiyyah”
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.