USTAD Zaidul Akbar, dokter umum yang kini berdakwah mengampanyekan gaya hidup sehat Nabi Muhammad SAW, rajin berbagi resep sehat dalam media sosialnya.
Kali ini, melalui Instagramnya, ia mengunggah tsarid, yang merupakan salah satu makanan kesukaan Rasulullah SAW.
Sejatinya, kata Ustadz Zaidul, tsarid yang diposting tersebut adalah campuran roti gandum dengan kuah daging di atasnya. “Rotinya diancur-ancurin gitu, lalu dituangkan kuah daging di sana. Itu kari tanpa santan yang saya pakai dan ayamnya ayam sehat tentunya, dan roti gandum. Kalau ada yang home made, lebih baik,” tulisnya.
BACA JUGA: Benarkah Makanan Pedas Tidak Baik bagi Ibu Menyusui?
Menurutnya, tsarid yang dibuatnya itu enak di perut dan nyaman, karena penuh bumbu dari kuah karinya. “Teman-teman bisa coba yaa, biar merasakan masakan kesukaan Rasulullah,” tambah Ustadz Zaidul.
Seperti dikutip dari Irtaqi, tsarid adalah makanan yang terbuat dari roti yang diremukkan, kemudian dibasahi/dicampur dengan kuah daging. Lafaz “tsarid” berasal dari kata “tsaroda” yang bermakna “meremukkan”. Jadi, makna bahasa “tsarid” adalah “sesuatu yang diremukkan” karena wazan “fa’iil” kadang-kadang memang bisa bermakna “isim maf’ul” seperti kata qotiil (القتيل).
Al-Fayyumi berkata, Tsarid adalah bentuk “wazan fa’iil” yang bermakna “maf’uul” dan kadang diungkapkan dengan lafaz “matsruud”. Dalam ungkapan dikatakan, “Aku meremukkan roti dengan serius” yang wazannya sama dengan lafaz ‘qotala’. Makna meremukkan di sini adalah memecah-mecahnya kemudian membasahinya dengan kuah. Isimnya disebut “tsurdah” (Al-Mishbah Al-Munir, juz 1 hlm 81)
Kadang-kadang daging disertakan dalam penyajian tsarid ini. Bahkan, bisa dikatakan bahwa umumnya tsarid memang dihidangkan dengan disertai daging. Justru, adanya daging ini yang malah membuat tsarid jadi istimewa, karena orang Arab dalam membuat makanan hampir tidak mungkin tidak melibatkan daging.
Kadang, tsarid juga dicampur sayur-sayuran, seperti yang diceritakan dalam hadis bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wassalam menyantap “tsarid” yang dibubuhi “dubba’” (labu).
Tsarid adalah makanan yang paling istimewa bagi orang Arab, karena komposisi utamanya terdiri dari roti dan daging. Kata Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, roti adalah makanan pokok terbaik, sementara daging adalah lauk terbaik. Jika dua jenis makanan ini bertemu, maka tidak ada makanan lain yang bisa menandinginya.
Hasyim, kakek buyut Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam adalah Arab Quraisy, yang dikenal pertama kali membuat tsarid untuk orang-orang Mekah, yang kelaparan di masa paceklik sebagaimana pernah disinggung dalam catatan yang berjudul “I’tifad, Tradisi “Harakiri” Arab Jahiliyyah ”
Makanan yang berupa tsarid ini muncul dalam sejumlah riwayat hadist.
Di antaranya, peristiwa di mana Rasulullah SAW dilayani budaknya, dengan disajikan makanan berupa tsarid yang mengandung labu yang diletakkan di sebuah piring besar (qosh’ah).
Termasuk juga, peristiwa Siti Asiyah saat menjamu kerabatnya yang berta’ziyah. Di ceritakan dalam riwayat itu, Aisyah menjamu dengan membuatkan tsarid, yang dituangi semacam kuah berwarna putih yang dibuat dari tepung yang kadang dicampuri susu dan madu. Kuah putih semacam ini dinamakan “talbinah”.
Ada juga riwayat saat Rasulullah SAW dihidangi tsarid, yang mengandung daging lengan kaki kambing. Beliau mengambil lengan kambing itu, menyantapnya sambil mengajar, yakni menceritakan bagaimana kedudukan beliau pada hari kiamat yang akan menjadi pemuka seluruh umat manusia.
Ada juga riwayat kisih Abdullah bin Sirjis ,yang menceritakan pernah makan tsarid bersama-sama dengan Rasulullah SAW.
Ada juga kisah bagaimana Rasulullah Shallahu alaihi wassalam memerintahkan sahabat makan tsarid dari pinggirannya, jangan dari tengahnya, karena berkah itu turun dari bagian atasnya.
BACA JUGA: Makanan yang Disukai Rasulullah SAW
Hanya saja, riwayat yang paling terkenal yang menyebut tsarid adalah hadis yang menyebut keutamaan Aisyah, ketika diserupakan Rasulullah Shallahu alaihi wassalam dengan keutamaan tsarid. Al-Bukhari meriwayatkan,
“Dari Abu Musa radhiallahu anhu, beliau berkata, ‘Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda, ‘Banyak di kalangan lelaki yang mencapai kesempurnaan (dalam kesalihan) tetapi tidak ada di kalangan wanita yang mencapai kesempurnaan (dalam kesalihan), kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imron. Sesungguhnya, keutamaan Aisyah dibandingkan dengan wanita-wanita adalah seperti keutamaan tsarid dibandingkan dengan makanan-makanan yang lain.” (H.R. Al-Bukhari). []