PADA suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepada sekelompok besardari mereka. Maka terjadilah di antaranya dengan mereka percakapan yang amat mempesona, dimana Ibnu Abbas mengarahkan pembicaraan serta menyodorkanalasan dengan cara yang menakjubkan.
Tanya Ibnu Abbas, “Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuan menaruh dendam terhadap Ali?
Ujar mereka: -“Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya. Pertama dalam Agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allah berfirman, ‘Tak ada hukum kecuali bagi Allah!’
BACA JUGA:Â Kafirkah Khawarij?
Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil harta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal. Sebaliknya bila mereka orang-orang beriman maka haramlah darahnya!
Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu’minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika ia sudah tidak jadi amir ataukepala bagi orang-orang Mu’min lagi, berarti ia menjadi kepala bagi orang-orangkafir.”
Prasangka mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, jawabnya, “Mengenai perkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam Agama Allah, maka apa salahnya?
Bukankah Allah telah berfirman:”Hai orang-orang beriman! Janganlah halian membunuh binatang buruan, sewaktuhalian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupa binatang ternak yangsebanding dengan hewan yang dibunuhnya itu, yang untuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antara kalian sebagai hahimnya…!” (Q.S. al-maidah: 95)
Nah, atas nama Allah cobalah jawab: “Manakah yang lebih penting, bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum Muslimin, ataukah bertahkim kepadamereka mengenai seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?”
BACA JUGA:Â Kaum Khawarij akan Tetap Ada hingga Keluarnya Dajjal
Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntas itu. Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan bantahannya, “Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukan penawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendaki agar ia mengambil Aisyah istri Nabi dan Ummul Mu’minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnya sebagai barang rampasan?”
Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena main, lain menutupi muka mereka dengan tangan, sementara Ibnu Abbas beralih kepada soal yang ketiga.
Lanjutnya, “Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu’minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah oleh tuan-tuan apa yang dilakukan oleh Nabi di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan surat perjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy. Katanya kepada penulis: ‘Tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah.’ Tiba-tiba utusan Quraisy menyela, ‘Demi Allah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentulah kami tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu. Maka tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah.’
Kata Rasulullah kepada mereka, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya ini Rasulullah walaupun kamu tak hendak mengakuinya, tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah.’ []
Sumber: Karasteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah/ Penulis: Khalid Muh. Khalid/ Penerbit: Cv. Diponegoro Bandung