APA sajakah tugas ibu rumah tangga?
Apakah seorang istri wajib menjalankan semua tugas rumah tangga? Baik memasak, mencuci, menyapu atau mengurus segala keperluan dalam rumah suaminya.
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan wajib dan juga ada yang berpendapat tidak wajib.
Inilah pendapat mayoritas ulama Mazhab.
1. Tugas Ibu Rumah Tangga menurut Mazhab al-Hanafi
Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai’ menyebutkan : Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membaca makanan yang siap santap.
BACA JUGA: Ibu Rumah Tangga, Ini Cara Panen Pahala di Rumah
2. Tugas Ibu Rumah Tangga menurut Mazhab Maliki
Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan : wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.
3. Tugas Ibu Rumah Tangga menurut Mazhab As-Syafi’i
Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan : Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.
4. Tugas Ibu Rumah Tangga menurut Mazhab Hanabilah
Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.
*Adapun landasan mereka dalam hal ini adalah* anggapan bahwa hal tersebut tidak terkandung dalam akad nikah, dalam akad nikah hanya berisi kewajiban seorang istri melayani suaminya dalam urusan ranjang, bukan pengurusan rumah tangga. Ini merupakan landasan utama mereka.
Dan sebagian ulama lain berpendapat, sebagian dari ulama Hanafiyah, sebagian besar dari kalangan Malikiyyah, dan sebagian kecil dari kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah.
BACA JUGA: Sarjana Kok Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga?
Mereka berpendapat bahwa seorang istri wajib mengurus rumah tangga, maka merupakan sebuah kewajiban bagi seorang perempuan untuk membantu suami mengurus rumah tangga.
Tugas Ibu Rumah Tangga, Landasan pendapat mereka dalam masalah ini adalah diantaranya:
1. Karena hal ini yang dikerjakan pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam, yang ada pada zaman Nabi saw adalah bahwa seorang istri membantu suami mengurus rumah tangga, dan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa istri tidak membantu suami mengurus rumah tangga.
2. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu; Bahwasanya Fatimah Radhiyallahu ‘anha pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk meminta seorang pembantu, Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang lebih baik dari pada seorang pembantu? Sebelum tidur, engkau membaca tasbih kepada Allah sebanyak 33 Kali, dan bertahmid sebanyak 33 kali dan bertakbir kepada Allah sebanyak 33 kali. Kemudian Ali r.a megatakan: “Setelah itu aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu”. (H.R Bukhori dan Muslim)
3. Dari ‘Ali Radhiyallahu’anhu: bahwasanya Fatimah Radhiyallahu ‘anha pernah mengadu kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang keadaan tangannya karena terlalu banyak menggunakan ar-roha (dahulu para wanita banyak menumbuk gandum dengan ar-roha, dan roha adalah alu (alat penumbuk), yang dbawahnya terbaut dari batu besar, dahulu Fatimah Radhiyallahu’anha, juga menumbuk gandum dan memanggang roti, sehingga memberikan bekas pada tangannya). Pada saat itu, Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika itu sedang banyak didatangi tawanan perang, lalu Fatimah bergegas pergi dan tidak menemui beliau, Dalam riwayat lain bahwa Fatimah mendapatkan Nabi sedang bersama banyak orang, hingga beliau merasa malu, lalu ia pun pulang.
Dan kemudian menemui ‘Aisyah Radhiyallahu’anha dan mengabarkan kepada ‘Aisyah (bahwa ia butuh seorang pembantu), ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam datang, ‘Aisyah mengabarkan kedangan Fatimah. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam mendatangi kami dalam keadaan sudah berbaring (untuk tidur malam), lalu kami pun bangun, dan Rasulullah bersabda: tetaplah di tempat kalian, lalu beliau duduk di antara kami, sampai aku merasakan dinginnya kaki beliau sampai dadaku, kemudian bersabda: Maukah aku ajarkan kepada kalian, apa yang lebih baik dari apa yang telah kalian minta? (Intinya Fathimah Radhiyallahu’anha tetap saja membantu rumah tangga ‘Ali meskipun ia mulia, karena itulah ia mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk meminta pembantu, akan tetapi nabi tidak memberinya dan malah menegaskan agar tetap membantu mengurusi rumah tangga ‘Ali Radhiyallahu’anhu, dan Nabi shallallahu alaihi wasallam *tidak mengatakan* kepadanya “Kamu wajib mendatangkan seorang pembantu untuk membantu istrimu, karena istrimu tidak ada kewajiban membantu rumah tanggamu.”
BACA JUGA: Ibu Rumah Tangga, Kalian Istimewa
Tugas Ibu Rumah Tangga, Kesimpulan
Maka dalam dua pendapat ulama tersebut (baik yang berpandangan bahwa tugas rumah itu dihukumi wajib ataupun tidak) bisa diambil kesimpulan bahwasanya tugas rumah tangga yang dikerjakan oleh istri adalah amal sholih yang berlipat ganda baginya. Karena sudah selayaknya ia menjadi partner bagi suaminya dalam menjalankan tugas di ranah domestik. (Baik dikerjakan dengan tangannya sendiri atau dibantu oleh seorang khadimah (ART))
Karena sejatinya setiap kebaikan itu akan kembali kepada pelakunya. InsyaAllah.
Wallahu a’lam bi showab. []
Sumber: Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily, Chanel YouTube ShahihFiqih