Oleh: Ammylia Rostikasari, S.S.
Akademi Menulis Kreatif
TERJADI lagi. Arogansi suporter bola telah menelan korban. Nyawa melayang sia-sia saat jelang pertandingan Persib melawan Persija di Gelora Bandung Lautan Api, Jawa Barat. Haringga Sirla (23) warga Jakarta Barat yang menjadi korban pengeroyokan brutal oknum (Tribunjabar.id/24/09/2018).
Haringga memanglah suporter fanatik Persija. Hampir di setiap jadwal pertandingan Persija ia turut menyaksikannya dengan setia. Bahkan menurut pernyataan kakak korban, Ia sebelum ke Bandung memang berangkat terlebih dulu ke Bantul untuk menyaksikan tim favoritnya berlaga di sana (Indonesia Lawyer Club 25/09/2018).
BACA JUGA: Buntut Tewasnya Haringga, Persib Bandung Terancam Didiskualifikasi
Namun sayang, di Bandung dia menemui ajalnya. Dia dikeroyok oknum sampai terbujur kaku tak bernyawa.
Mengamati peristiwa ini tentulah jutaan pasang mata menjadi terguncang hati. Menggelayut pertanyaan dalam pikiran. Mengapa arogansi suporter bola kian hari kian menjadi? Bahkan sampai menelan korban dan menyebabkan aksi balasan dari pihak suporter lawan.
Sebagai seorang Muslim, marilah kita mendudukkan perkara ini dalam kaca mata agama kita. Tersebab Islam hadir di dunia bukan semata agama ritual saja, melainkan juga sebagai solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi.
Pertama, eksistensi kecintaan akan sesuatu
Rasa menggemari atau mengidolai bahkan sampai pada taraf fanatik merupakan luapan dari naluri mengagungkan sesuatu (gharizah tadayyun).
Naluri ini akan menggerakkan pelakunya untuk melakukan perbuatan demi sesuatu yang diidolainya. Sehingga objek yang diidolainya harusnya sesuai dengan aturan di dalam Islam. Hanyalah Allah subhanahu wata’ala dan Rasulullah saw. Yang seharusnya menjadi objeknya.
Sehingga pengorbanannya tidak bernilai sia-sia. Apalagi jika sampai meregang nyawa. Ajal dijemput dengan aktivitas yang sahih, bernilai kebaikan di sisi Sang Pencipta.
Kedua, Eksistensi arogansi suporter bola
Ini adalah bentuk kekacauan perasaan. Adanya merasa kuat kala sedang berkumpul karena kecintaan kepada tim bola kesayangan. Luapannya bisa sampai menimbulkan kericuhan karena perasaan yang tidak dapat dikontrol oleh pemikiran.
Berbeda dengan Islam, perasaan semestinya terpaut oleh kecintaan dan kebencian karena Allah dan Rasulnya, bukan karena tim favoritnya.
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan).
Seorang Muslim akan merasa cinta atas apa-apa yang Allah cinta. Seorang Muslim pun akan merasa benci atas apa yang Allah benci. Inilah yang akan menghantarkan kepada kebaikan juga ketentraman, bukan kegaduhan seperti halnya aksi suporter bola yang biasa mereka lakukan.
BACA JUGA: Laga Persib vs Persija, 1 Orang Tewas Dikeroyok
Lebih memilukan lagi jika pihak suporter lawan akan melakukan aksi balasan. Sesama Muslim yang seharusnya bersatu padu dalam menguatkan tali agama justru dibuat berlawanan melakukan aksi kekerasan. Naudzubillah
Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim itu bersaudara terhadap muslim lainnya, ia tidak boleh menganiaya dan menghinanya. Seseorang cukup dianggap berlaku jahat karena ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR.Muslim)
Ketiga, olah raga dalam pandangan Islam
Olah raga dalam Islam dimaksudkan semata untuk menjaga kesehatan. Sehingga eksistensinya tidak buat sebagai aktivitas yang mengundang banyak aksi euforia hura-hura.
Olah raga dicontohkan Rasulullah dengan bergulat, berenang, memanah juga berkuda. Ini dimaksudkan untuk kesehatan fisik, ketahanan, guna kekuatan dalam penunjang kesuksesan jihad fisabilillah.
Jika para suporter bola memahami kedudukan olah raga dalam pandangan Islam karena dorongan keimanannya, maka ia tidak akan rela hati menyia-nyiakan waktu dan energinya sekadar untuk mendukung dan menyaksikan laga tim favoritnya.
Adanya ia gunakan untuk melakukan olah raga dan menyiapkan diri menjadi generasi terbaik untuk peradaban Islam. Berkumpulnya bukan untuk hura-hura layaknya suporter yang ada, melainkan berdiskusi, beraksi untuk membangun bangsa dan menolong agama.
Keempat, urgensi sanksi tegas dari negara
Adanya peristiwa euforia tumbal nyawa suporter bola ialah tidak adanya sanksi yang membuat jera sang tersangka.
BACA JUGA: Kapten Persib Sangat Terpukul Dengar Kabar Pengeroyokan di Stadion GBLA
Pemerintah memang sudah berupaya membuat UU yang terkait dengan aktivitas suporter bola, seperti pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”) mengenai hal tersebut.
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.