TAU Mike Tyson ga? Tyson, julukannya si leher beton, petinju kelas berat dunia. Legendlah pokona mah dengan segudang prestasi. Dia memiliki pukulan dengan bobot 1 ton. Cepat. Kuat. Tertenaga. Duh, maknyos kalau itu pukulan mampir di rahang kita …hehe.
Seabrek prestasi tak membuat Tyson bangga hati; musti terus berlatih dan berlatih. Dan dia masih memerlukan orang lain, ya pelatih… Dia butuh pelatih. Dia butuh coaching, mentoring dan tentunya motivasi yang baik dari pelatih. D’amato namanya.
BACA JUGA:Â Islam Mengubah Tyson, dari Leher Beton Jadi Ayah yang Baik
Kalau saja Tyson ga ngeluarin usaha untuk menjaga motivasinya, tentu kita ga bakal kenal prestasinya. Ga bakal sampe mengenannya sampai sekarang. Jadi bisa dibilang, Tyson, semangat dan motivasinya, yang bisa membuat dia seperti itu.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Salah satu bagian yang menarik adalah yang besifat ekstrinsik.Yaitu dorongan dari luar yang memengaruhi diri seseorang.
Kenapa demikian? Ini karena, bagian ini mempunyai peranan yang krusial dalam terjadinya suatu perubahan. Apapun itu.
Presentasenya tidak begitu banyak, tapi dampak yang ditimbulkan sangatlah signifikan.
Semua orang pastinya membutuhkan motivasi dari orang lain. Siapapun itu. Tanpa kecuali. Dalam kapasitasnya orang tersebut sebagai apa itu tidaklah penting.
Sebagai makhluk sosial saling memotivasi, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, mutlak diperlukan karena masih banyak ruang kosong dalam pikiran dan kehidupan kita; banyak keterbatasan dalam diri kita ini.
Kita butuh orang lain, kawan. Kita butuh mereka yang peduli dengan kita. Mereka yang peduli pada kehidupan kita untuk menilai dan menyemangati diri kita. Sebab apa coba? Ya itu, supaya kayak Tyson di atas.
BACA JUGA:Â Tyson, Tak Pernah Bisa Lupakan Tanah Suci
Kawan…
Tuhan ciptakan manusia tentu dengan potensinya kenali gali kemudian berdayakan. Lebur rasa keakuan kita, merasa diri sudah hebat kuat mampu tanpa pertolongan orang lain apalagi mampu tanpa pertolongan Tuhan. Astaghfirulloh.
Potensi diri itu ibarat bahar bakar kita perlukan pemantiknya. Ibarat pula telur butuh sentuhan panas agar dia tidak berakhir jadi dadar ceplok atau lebih mengenaskan lagi jadi kacingcalang (busuk).
Kawan.. kita tidak musti jadi Tyson, apalagi telur. Jadilah diri sendiri dengan segenap potensi yang diberdayakan.kuatkan yakinkan bahwa sebenarnya kita bisa. []