Oleh: Irfan Toni Herlambang
SUATU ketika ada seorang anak menemukan sekeping uang logam. Dia sangat senang sekali dengan apa yang ditemukannya. Dia mendapatkan uang tanpa harus mengeluarkan tenaga. Tanpa bersusah payah dia dapat membeli apa yang diinginkannya dengan uang yang ditemukannya itu. Lalu dia berpikir untuk melakukan pekerjaan ini sampai sore nanti. Dia lalu menghabiskan hari itu dengan kepala menunduk, mata terbuka lebar, dan meneliti setiap pojok jalan dengan seksama.
Ya, anak itu melakukan kegiatan itu sampai akhir masa kanak-kanaknya. Dia memang menemukan banyak sekali uang dengan cara itu. Ada ratusan uang receh, puluhan uang kertas, beberapa perhiasan, sebuah liontin, dan banyak benda berharga lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang dan mainan. Anak itu senang sekali dengan pekerjaan ini.
BACA JUGA: Lidah dan Hati, Sumber Kebaikan dan Keburukan
Memang, dia mendapatkan banyak uang dengan cara ini. Namun, agaknya, dia melupakan banyak hal. Dia telah kehilangan ratusan kehangatan pagi dan indahnya embun di dedaunan. Dia juga melewatkan ratusan pelangi yang kerap hadir di atas awan sebab, kepalanya selalu tertunduk ke bawah. Dia juga tak sempat untuk menyaksikan ribuan fajar dan ribuan senja.
Dia tak pernah menyaksikan burung-burung yang terbang di angkasa dan bercericit di atas pohon-pohon. Dia melewatkan banyak sekali layang-layang yang berkejaran di langit dan meliuk-liukan badannya seperti camar yang membentuk susunan-susunan formasi indah. Dia tak sempat merasakan harumnya bunga-bunga di taman dan tawa riang teman-temannya yang sedang bermain.
Dia tak pernah menemukan senyum hangat setiap orang yang berpapasan dengannya. Dia melewatkan tawa renyah dari kakek yang bertongkat dan selalu mengelus setiap anak yang ditemuinya. Dia tak pernah merasakan itu semua. Burung yang beterbangan, matahari yang bersinar, dan senyuman itu, bukanlah bagian dari ingatan masa kecilnnya.
Teman, begitulah hidup. Kita bisa memilih hidup kita dengan kepala tertunduk, pikiran dipenuhi dengan nafsu kekayaan, dan enggan berurusan dengan orang lain. Kita juga bisa memilih hidup dengan penuh ketakutan, takut kehilangan setiap uang logam, takut akan kritik dan saran, takit pada setiap hal baru yang hadir di depan mata. Kita bisa memilih untuk terpaku pada satu hal, hanya memikirkan diri sendiri.
BACA JUGA: Rahasia Tolong Menolong dalam Kebaikan
Ya, kita memang bisa memilih itu semua. Namun, Teman, kita juga bisa memilih untuk hidup dengan selalu memandang ke depan dan pantang menyerah. Kita juga bisa memilih untuk merasakan semua nikmat Allah dan menjadi bagian dari kehangatan persahabatan dan senyuman. Kita juga bisa memilih untuk hidup dan berusaha untuk merasakan semua tawa, semua kehahuram bunga, dan keindahan fajar dan matahari senja. Ya, kita memang bisa memilih hidup kita. []
SUMBER: MAJALAH SAKSI JAKARTA