PADA 17 Agustus 1945 pukul 08.00, 2 jam sebelum pembacaan naskah proklamasi, Bung Karno masih tertidur lemas di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini.
Kala itu, Soekarno terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Bahkan sehari sebelumnya, Soekarno berikut istri dan anaknya Guruh yang masih dalam gendongan, bersama Hatta sempat dibawa ke Rengasdengklok.
Perustiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pelopor terhadap Sorkarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa Rengasdengklok Karawang untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Setelah peristiwa Rengasdengklok itulah, malam kepulanganya pada tengah malam ke Jakarta, Bung Karno meminum madu Arab kiriman Faradj bin Said bin Awadh Martak dan barulah pada keesokan harinya mendapatkan perawatan oleh dokter pribadinya.
“Pating greges” (terasa sakit semua badan) keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi.
Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah.
Dan bersama rakyat yang ikut menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut, menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya, masih meriang.
Selepas kemerdekaan, proklamator yang telah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia pertama ini tak lantas melupakan begitu saja jasa baik sahabatnya.
Sebagai tanda ungkapan dan ucapan terima kasihnya itulah, Bung Karno kemudian menyampaikan rasa ucapan terima kasihnya lewat surat yang Ia tulis dan ditandatanganinya sendiri dengan menggunakan kop surat resmi Kepresidenan RI ditujukan khusus kepada Faradj Martaktertanggal 14 Agustus 1950 dengan ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul, Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia kala itu.
Dalam ucapan terima kasih tersebut juga disebutkan Faradj bin Said Awad Martak juga telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang amat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia.
Sumber: Hidayatullah.com