”TETAPI bagi umat Islam,” kata ahli sejarah, ”Tak kenal dengan salah satu negeri Islam yang kemasyhurannya hampir menyamai Andaluisa, sangatlah aib.”
Negeri apa yang dimaksud?
Turkistan.
Menyeksamai sejarah Turkistan membuat hati remuk redam. Betapa tidak, negeri kaum Muslimin itu pernah dijajah dua kekuatan raksasa dunia, Cina dan Rusia. Kaum muslimin diinjak martabat dan dihinakan kehormatannya.
BACA JUGA: Ini Perlakuan Buruk Pemerintah China ke Muslim Uighur yang Diungkap Muhammadiyah
Peristiwa yang paling mengguncang seluruh pelosok negeri, adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Panglima Cina. Di mana setiap wanita muslimah Turkistan harus menikah dengan prajurit Cina yang berhaluan komunis.
Kebijakan ini membuat penduduk Turkistan naik darah. Kaum lelaki semakin garang, sementara para wanita dicekam rasa cemas yang hebat. Sebuah takdir pahit harus ditelan bulat oleh Musthafa, seorang pemuda Turkistan yang melihat kekasihnya, Naghmatullail, harus menikah dengan seorang Perwira Cina, Jendral Pao Din yang komunis.
Kenyataan pahit, getir, dan penuh gejolak. Yang tak bisa disangkal akibat faktor intern, yakni lemahnya pertahanan negara, lengahnya penguasa dan lalainya generasi muda.
Tapi bila mau jujur, adalah faktor ekstern merupakan ujian dahsyat yang harus dihadapi, yakni liciknya siasat musuh, politik perang, dan tabiat penjajah yang terus menerjang. Dalam keadaan rapuh, negara islam itu dijarah oleh kaum komunis durjana.
Rusia mencaplok Turkistan Barat dan atas nama politik untuk menghapuskan Turkistan dari peta dunia, lalu membagi menjadi beberapa negara kecil seperti Republik Azbekistan, Republik Turkmenistan, Republik Tadzhikistan, Republik Kazakstan, dan Republik Kirgistan.
Sementara Cina merampas Turkistan Timur dan mengubah namanya menjadi Sinkiang atau Xinjiang, menggabungkan wilayahnya menjadi negara bagian Cina Komunis.
Kini Turkistan telah hilang bersama deras arus jahiliyah, ditelan para tiran yang tidak ridha dengan Islam. Masjid, istana, taman, dan bangunan bersejarah lainnya dihancurkan, diratakan, dan diupayakan agar turut hilang dari peradaban. Simbol-simbol keislaman hendak dimusnahkan penuh kekejian.
Di sini sastrawan besar Jazirah Arab, Najib Al-Kailani mengajari kita arti kebangkitan. Melalui roman sejarah Night in Turkistan, beliau menggoyangkan kita untuk bangun dari tidur panjang. Dari lelap dan buaian selimut empuk nan hangat.
BACA JUGA: Dokumen Rahasia Bocor, Terungkap Cara Rezim Cina ‘Cuci Otak’ Jutaan Muslim Uighur
Bahwa tanah air kita pun sedang dijajah oleh kaum Imperialis. Penjajahan halus melalui pola pikir dan sikap yang menjadikan kita lalai dengan buaian kesenangan, hiburan dan gaya hidup glamour. Disuguhi tontonan penuh maksiat, bacaan pengundang syahwat, dan pola hidup sekuler. Sehingga menjadikan ghirah memahami Islam melemah dan saling sikut, dan curiga satu sama lain.
Yang tidak menutup kemungkinan tanah air kita Indonesia pun, bakal diperlakukan sama seperti nasib Turkistan, dijajah dan hilang hanya tinggal nama. Mari bangun dari tidur lelap yang memanjakan. []