PADA suatu hari, Rasulullah ﷺ meminta Bilal memanggil semua sahabat datang ke masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah masjid oleh para sahabat . Salah satuh yang hadir adalah Ukasyah.
Semuanya merasa rindu setelah agak lama tidak mendapat taushiyah dari Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ duduk dengan lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai sahabat -sahabat ku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah?”
Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat, “Benar wahai Rasulullah, engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah.”
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka.”
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.
BACA JUGA: Rasulullah dan Malaikat Penjaga Gunung
Akhirnya sampailah pada satu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah SWT. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia.
“Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut.
“Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan berhutang dengan manusia.”
Ketika itu semua para sahabat diam, dan dalam hati masing-masing berkata “Mana ada Rasullullah ﷺ berhutang dengan kita? Kamilah yang banyak berhutang kepada Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ mengulangi pertanyaan itu sebanyak 3 kali.
Tiba-tiba bangun seorang lelaki yang bernama Ukasyah, seorang sahabat, mantan preman sebelum masuk Islam, dan dia berkata: “Ya Rasulullah… Aku ingin sampaikan masalah ini.
Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa.”
Rasulullah ﷺ berkata: “Sampaikanlah, wahai Ukasyah.”
Maka Ukasyah pun mulai bercerita: “Aku masih ingat ketika Perang Uhud dulu, suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda.
“Tetapi cemeti tersebut tidak kena pada belakang kuda, tapi justeru terkena pada dadaku. Karena ketika itu aku berdiri dibelakang kuda yang engkau tunggangi, wahai Rasulullah.”
Mendengar itu, Rasulullah ﷺ berkata: “Sesungguhnya itu adalah hutang, wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama.”
Dengan suara yang agak tinggi Ukasyah berkata: “Kalau begitu aku ingin segera melakukannya, wahai Rasulullah.”
Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah mengatakan demikian.
Sedangkan ketika itu sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah.
“Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. Bukankah Rasulullah sedang sakit?”
Ukasyah tidak menghiraukan semua itu.
Rasulullah ﷺ meminta Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah, anaknya.
Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah.
Fatimah bertanya: “Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini, wahai Bilal?”
BACA JUGA: Kisah Nabi Muhammad dan Anggur Pemberian Lelaki Miskin
Bilal menjawab dengan nada sedih: “Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah.”
Terperanjat dan menangislah Fatimah, seraya berkata: “Kenapa Ukasyah hendak memukul ayahku Rasulullah? Ayahku sedang sakit, kalau mau memukul, pukullah aku anaknya!”
Bilal menjawab: “Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua.”
Bilal membawa cambuk tersebut ke msjid lalu diberikannya kepada Ukasyah.
Setelah mengambil cambuk itu, kasyah menuju ke hadapan Rasulullah.
Tiba-tiba, Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah… kalau kamu hendak memukul, pukullah aku!
“Aku adalah orang yang pertama beriman dengan apa yang Rasulullah ﷺ sampaikan.
“Akulah sahabatnya di kala suka dan duka.
“Kalau engkau hendak memukul, maka pukullah aku!”
Rasulullah ﷺ bersabda: “Duduklah, wahai Abu Bakar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah”.
Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah ﷺ. Kemudian Umar bin Khattab berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah… kalau engkau mau mukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya.
“Itu dulu. Sekarang, tidak boleh ada seorang pun yang boleh menyakiti Rasulullah Muhammad ﷺ.
“Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayatku!”
Lalu dijawab oleh Rasulullah ﷺ: “Duduklah, wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah, dan tiba-tiba berdirilah Ali bin Abu Talib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah ﷺ.
Dia menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah, pukullah aku saja.
“Darah yang sama mengalir pada tubuhku ini, wahai Ukasyah.”
Lalu dijawab oleh Rasulullah ﷺ: “Duduklah wahai Ali, ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah ﷺ yaitu Hasan dan Husen.
Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon… “Wahai Paman, pukullah kami Paman. Kakek kami sedang sakit. Pukullah kami saja wahai Paman … sesungguhnya kami ini Cucu kesayangan Rasulullah ﷺ.
“Dengan memukul kami, sesungguhnya itu sama dengan menyakiti Kakek kami, wahai paman.”
Lalu Rasulullah ﷺ berkata: “Wahai cucu-cucu kesayanganku, duduklah kalian. Ini urusan kakek dengan Paman Ukasyah.”
BACA JUGA: Siapa yang Mengurusmu, Wahai Ibu?
Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang Ukasyah berkata:
“Bagaimana aku mau memukul engkau ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke bawah sini.”
Rasulullah ﷺ memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Rasulullah ﷺ didudukkan pada sebuah kursi.
Lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi: “Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, ya Rasulullah.”
Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah.
Tanpa berlama-lama dalam keadaan lemah, Rasulullah ﷺ membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah; sedang beberapa batu terikat di perut Rasulullah, pertanda Rasulullah sedang menahan lapar.
Kemudian Rasulullah ﷺ berkata: “Wahai Ukasyah, segeralah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah SWT akan murka padamu.”
Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah ﷺ. Cambuk di tangannya ia buang jauhjauh. Kemudian ia peluk tubuh Rasulullah ﷺ seerat-eratnya. Sambil menangis sejadi-jadinya…
Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah, maafkan aku. Maafkan aku; Mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau, ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya, agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu…
“Karena Engkau pernah mengatakan, ‘Barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan denganku, maka diharamkan api neraka atasnya.
BACA JUGA: Engkau Makan Kurma Beserta Bijinya?
“Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka.
“Dan sungguh aku takut dengan api neraka. Maafkan aku, ya Rasulullah…”
Rasulullah ﷺ dengan senyum berkata: “Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat Ahli Syurga, maka lihatlah Ukasyah…”
Semua sahabat menitikkan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah ﷺ. []