Oleh: Azzam Mujahid IzzulHaq
Imam Abu Nu’aim menceritakan bahwa Imam Abu Hanifah (salah satu Imam Madzhab, madzhabnya disebut Madzhab Hanafi–terkenal sebagai madzhab yang paling terbuka kepada ide modern) berparas tampan, jenggotnya rapi, pakaiannya bagus, sandalnya bagus, dan dermawan bagi orang di sekelilingnya. (Akhbar Abi Hanifah, halaman 16).
Imam Abdullah bin Al-Mubarak berkata: “Tidak ada yang seberwibawa majelisnya Abu Hanifah, dahulu para ahli fiqih menirunya, dia berperilaku baik, wajahnya bagus, dan pakaiannya bagus.” (Akhbar Abi Hanifah, halaman 17).
Imam Ibnu Muflih berkata: “Berkata pengarang Al Muhith dari kalangan Hanafiyah, dan diriwayatkan bahwa Abu Hanifah Rahimahullah memakai mantel mahal seharga 400 Dinar (setara dengan 800 Juta Rupiah) , yang menjulur hingga sampai tanah. Maka ada yang berkata kepadanya, “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abu Hanifah menjawab, “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.” (Al Adab As Syar’iyyah, Juz 4, halaman 226).
“Diceritakan bahwa Al Hafizh Ibnu Hajar ketika ia menjadi seorang qadhi (hakim) terkemuka, suatu hari ia pernah melewati sebuah pasar yang penuh keramaian. Ibnu Hajar datang dengan pakaian yang begitu menawan (pakaian mewah). Kemudian orang Yahudi menyergapnya. Orang Yahudi tersebut sedang menjual minyak panas, tentu saja pakaiannya penuh dengan kotoran minyak. Tampilan Yahudi tersebut usang dan penuh keprihatinan.
Sambil memegang tali kekang kuda, orang Yahudi tersebut berkata pada Ibnu Hajar, “Wahai Syaikhul Islam (Ibnu Hajar), engkau menyatakan bahwa Nabi kalian (baginda Rasulullah Muhammad saw) bersabda, “Ad-dunya sijnul mukmin, wa jannatul kafir (dunia itu penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang orang kafir.” Bagaimana keadaanmu saat ini bisa disebut penjara, lalu keadaanku di dunia seperti ini disebut surga?”
Ibnu Hajar memberikan jawaban, “Aku dilihat dari berbagai nikmat yang Allah janjikan untukku di akhirat, seakan-akan aku sedang di penjara. Sedangkan engkau (wahai Yahudi) dilihat dari balasan siksa yang pedih yang Allah berikan untukmu di akhirat, seakan-akan engkau berada di surga.” Akhirnya, orang Yahudi tersebut pun memeluk Islam. (Faid Al Qadir, juz 3, halaman 370).
Baginda Rasulullah Muhammad saw bersabda: “Ada 4 diantara kebahagiaan: istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Ibnu Hibban).
Lalu siapakah yang kemudian menyebarkan paham “Biarlah miskin di dunia, asal kaya di akhirat”? Itu ternyata adalah perkataan Christian Snouck Hurgronje. Siapakah dia? Hurgronje adalah seorang orientalis Belanda yg begitu membenci Islam dan melakukan berbagai propaganda untuk menghancurkan Islam dan umat Islam dengan ‘jalan lain’.
Dia pernah berpura-pura menjadi seorang Muslim, tinggal dan belajar bahasa Arab dan agama Islam di Makkah Al Mukarramah. Agar kemudian para penjajah dengan mudah menguasai fisik dan pikiran rakyat mayoritas Muslim di Indonesia untuk kemudian dapat dengan mudah menguasai segala harta, dan sumber daya.
Di sisi lain, kenapa Baginda Rasulullah Muhammad saw, para Shahabat, para tabi’in, para ulama salaf dan khalaf, para Khalifah, hingga para da’i yang istiqamah di jalan dakwah berpenampilan keren, berkendaraan terbaik, adalah terkait dengan karakter orang-orang kafir dan munafik. Sebagai pencinta dunia, benda keduniaanlah yang bisa menggentarkan mereka.
Orientasinya berbeda. Bukan untuk keren-kerenan dan sok-sokan. Untuk apa sok-sokan hal kecil, dimilikinya sementara, serta bahkan menyulitkan dalam hisab nanti di akhirat? Sementara keinginan bersegera menatap wajah-Nya di surga menjadi cita-cita terbaik selama hidupnya?
Dengan kata lain, mempersoalkan keren dan wah-nya penampilan dan ‘tunggangan’ orang-orang shalih justru mencerminkan bahwa di dalam hati kita ada orientasi dan cara pandang yang keliru tentang dunia. Dan itu memperlihatkan bahwa dalam diri kita ada karakter orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang cinta dunia (walau tidak punya).
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya (di dunia). Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. As Syura, 42:20). []