Adakah ulama perempuan Indonesia yang turut berkontribusi terhadap khazanah Islam di tanah air? Siapa saja merekea?
Perempuan dalam Islam diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh ilmu dan berkontribusi terhadap peradaban dunia. Di Indonesia sendiri hal itu dibuktikan dengan kiprah para ulama perempuan dalam khazanah keilmuan Islam.
BACA JUGA: Ulama Wanita Guru Ibnu Arabi, Siapa Dia?
Dikutip dari laman MUI, berikut 4 ulama perempuan Indonesia yang turut berkontribusi terhadap khazanah Islam di tanah air:
1 Ulama perempuan Indonesia: Nyai Siti Walidah
Seorang perempuan inspiratif, pada masanya yang berhasil menggerakan perempuan Muhammadiyah yaitu Nyai Siti Walidah. Beliau lahir di Kauman Yogyakarta pada 1872 M dan sekaligus merupakan istri dari KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Nyai Siti Walidah adalah putri dari KH Muhammad Fadlil yang merupakan seorang ulama dan anggota Kesultanan Yogyakarta. Sedangkan Ibunya dikenal dengan sebutan Nyai Mas. Perjalanan intelektual beliau sudah ditempa sejak kecil.
Beliau belajar di rumah dengan berbagai ilmu keislaman yang diajarkan di antaranya bahasa Arab, Alquran serta membaca Alquran dalam naskah Jawa.
Kiprah beliau dalam khazanah peradaban Islam di Indonesia dimulai ketika beliau menikah dengan KH Ahmad Dahlan pada 1889. Nyai Siti Walidah ikut serta aktif memdampingi suaminya dalam mendirikan Muhammadiyah pada 1912 M dengan mendirikan pendidikan bagi perempuan dengan mendirikan sekolah dan pusat pendidikan Islam bagi perempuan.
Bagi Nyai Siti Walidah konsep pemikiran pendidikan bagi seorang muslimah tak hanya tahu tugas berumah tangga, tetapi juga harus memiliki pengetahuan mengenai kewajiban bernegara dan bermasyarakat. Karenanya beliau mendirikan sekolah-sekolah putri, menentang kawin paksa, dan tradisi menomorduakan kemakhlukan perempuan pada masa itu.
BACA JUGA: Perempuan dan Peradaban
2 Ulama perempuan Indonesia: Nyai Khairiyah Hasyim
Nyai Khairiyah Hasyim merupakan putri dari pendiri Nahdlatul Ulama yaitu KH Hasyim Asy’ari. Nyai lahir pada 1906 di Tebuireng. Sedangkan nasab dari jalur ibunya bersambung sampai Panembahan Senopati (Pendiri Kesultanan Mataram).
Nyai menikah dengan KH Maksum Ali, namun saat suaminya wafat saat tersebut merupakan pukulan terberat bagi Nyai Khairiyah. Karenanya beliau mengambil alih kepemimpinan Pesantren Seblak yang sebelumnya dipimpin suaminya.
Kepemimpinan perempuan menjadi pengasuh pesantren bukanlah hal yang lumrah saat itu. Beliau mengurusi semua kendali kegiatab pesantren hingge pembinaan santri. Saat tinggal di Makkah, beliau juga mendirikan Madrasatul Banat yaitu sebuah sekolah khusus bagi perempuan pertama di Arab Saudi.
Luasnya keilmuan beliau sudah tidak diragukan lagi. Beliau merupakan salah satu anggota di Komisi Batsul Masail Nahdhatul Ulama. Karenanya beliau mendirikan berbagai lembaga pendidikan untuk mengimplementasikan keilmuannya mulai dari TK Khairiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, dan sekolah persiapan tsanawiyah.
BACA JUGA: Hindari Politisasi Identitas, Ulama Perempuan Indonesia Sampaikan Seruan
3 Ulama perempuan Indonesia: Nyai Sholihah
Nyai Solihah merupakan ibu dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Lahir di Jombang pada 11 Oktober 1922 dan merupakan anak kelima dari 10 bersaudara pasangan KH Bisri Syanusi dengan Nyai Chodijah.
Sejak kecil beliau sudah mendapatkan pendidikan dari ayahnya langsung yaitu KH Bisri Syansuri di pondok pesantren Denanyar Jombang. Pada 10 Syawal 1356 Hijriyah pada usia 16 tahun Nyai Solihah menikah dengan Kiai Wahid Hasyim (Putra Kiai Hasyim As’ari dan Menteri Agama RI pertama).
Berbekal kemampuan yang dimilikinya serta dukungan penuh dari sang suami, Nyai Solihah aktif mengikuti berbagai kegiatan terutama yang diselenggarakan Nahdhatul Oelama Muslimat (NOM).
Saat sang suami wafat pada 1953, beliau sendiri merawat keenam anaknya di Jakarta. Nyai Solihah tidak mengizinkan anak-anaknya sekolah di Jombang dengan argumen akses yang terbatas terutama dalam pendidikan yang akan membuat anak-anakya tidak berkembang maksimal.
Nyai Solihah ikut perperan aktif di dunia politik sebagai anggota DPRD DKI mewakili NU, DPRGR mewakili Muslimat NU, dan anggota DPR RI mewakili NU pada masa Orde Baru. Selain aktif di Muslimat NU, beliau juga ikut berkontribusi di Yayasan Dana Bantuan (YDB), Yayasan Bunga Kamboja (YBK) dan yayasan sosial lainnya hingga akhir hayat.
BACA JUGA: Ini Dia Sosok Syekh Nawawi Al Bantani, Ulama Indonesia yang Dikenal Dunia
4 Ulama perempuan Indonesia: Prof Dr Huzaemah Tahido Yanggo
Prof Huzaemah Tahido Yanggo lahir Donggola, Sulawesi Tengah pada 30 Desember 1946. Beliau merupakan ulama perempuan pakar fikih perbandingan mazhab di Indonesia sekaligus perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan predikat cumlaude pada gelar doktornya dari Universitas Al-Azhar, Mesir pada 1981.
Prof Huzaemah merupakan rektor Institut Ilmu Al-Quran, Jakarta dan juga guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selain itu, beliau juga adalah salah satu anggota MUI pada Komisi Fatwa MUI, terhitung sejak 1987, anggota Dewan Syariah Nasional MUI sejak 1997 dan 2000, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Pengajian dan Pengembangan sosial.
Beliau banyak berkontribusi dalam memajukan kaum perempuan Indonesia melalui gagasan mengenai hak-hak politik perempuan, hak menjadi pemimpin perempuan, dan hak menjadi ulama perempuan.
Beberapa buku beliau tulis untuk membela kaum perempuan serta menuangkan buah intelektualnya antara lain yaitu Pengantar Perbandingan Mazhab, Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer, Fikih Perempuan Kontemporer, Pandangan Islam tentang Gender dan Konsep Wanita dalam Pandangan Islam. []
SUMBER: MUI