KETIKA Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mewasiatkan agar tongkat kepemimpinan Islam diserahkan kepada Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar bin Khaththab.
BACA JUGA: Calon Menantu Umar Bin Khaththab
Di zaman Umar bin Khaththab gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr bin ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai.
BACA JUGA: Umar bin Khaththab di Mata Tokoh Non-Muslim
Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar bin Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. []
Sumber: Kisah 25 Nabi dan Rasul/ Kampusngoresan/ 2017