Asy-Sya’bi menuturkan, suatu hari, seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab. Ia menceritakan kisah dan pengalaman hidupnya. “Aku memiliki seorang puteri yang pernah aku kubur hidup-hidup di masa jahiliyah. Namun, kami mengeluarkannya kembali sebelum mati. Tak lama Islam datang, kemudian aku dan putriku masuk Islam.” katanya.
Kemudian ia melanjutkan, ”Ketika puteriku telah menjadi seorang Muslimah, ia terkena salah satu hukuman had karena berzina. Karena merasa menyesal dan putus asa, puteriku kemudian mencoba bunuh diri dengan melukai nadinya. Lalu aku menemukannya, sementara dia sudah memotong sebagian nadi lehernya.”
Beberapa sahabat lain yang turut mendengar ceritanya tercengang. Lalu lelaki ini melanjutkan kisahnya, ”Maka lantas kuobati puteriku hingga sembuh. Kemudian ia pun bertaubat dengan sungguh-sungguh. Kemudian puteriku dipinang oleh seseorang.”
BACA JUGA: Umar bin Khattab Tolak Kenaikan Gaji
Belum jelas apa sebenarnya maksud kedatangannya menemui Khalifah Umar bin Khattab, hingga ia pun melanjutkan, ”Wahai Amirul Mukmini! Apakah aku harus memberitahu calonnya tentang keadaan puteriku pada masa lalu?” ujarnya.
Mendengar itu, wajah Umar bin Khattab seketika berubah, ia menjawab, ”Apakah engkau ingin menyingkapkan apa yang telah ditutupi oleh Allah? Demi Allah, jika engkau memberitahukan tentang kisah hidup puterimu kepada seseorang yang ingin menikahinya, kami akan menjadikanmu sebagai contoh hukuman bagi seluruh penduduk negeri karena telah membuka aib seseorang. Nikahkanlah puterimu itu sebagai seorang Muslimah yang menjaga dirinya.”
Begitu indahnya ajaran agama kita. Semua orang pasti memiliki aib ataupun masa lalu yang buruk. Namun, pintu taubat selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali kepada cahaya Allah, sebelum nyawa di kerongkongan dan sebelum datangnya hari kiamat. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kita dan menutup aib juga dosa-dosa kita di hari kiamat atas apa yang telah kita perbuat.
Akhlak Amirul Mukminin Umar bin Khattab terhadap Pelayannya
Suatu hari, Umar bin Khattab melakukan perjalanan ke negeri Syam ditemani seorang pelayannya. Dengan tawadhu dan lembutnya, ‘Umar naik unta bergantian dengan pelayannya itu, walaupun ketika itu ia tengah memegang jabatan Amirul Mu’minin.
Jika sampai giliran Umar bin Khattab yang menaiki unta, maka pelayannya berjalan kaki beberapa waktu sambil memegang tali kendali. Setelah itu, mereka ganti posisi. ‘Umar turun dan berjalan kaki beberapa waktu sambil memegang tali kendali, sedangkan pelayannya naik ke atas unta. Begitu seterusnya, mereka saling bergantian menaiki unta sampai mereka telah hampir sampai di negeri Syam ketika itu,yang mendapat giliran untuk menaiki unta adalah pelayannya.
Maka si pelayan naik ke atas unta, sedangkan Umar bin Khattab berjalan kaki sambil memegang tali kendali. Ketika ‘Umar tengah berjalan, ia melihat kolam air, kemudian ia turun ke kolam air tersebut sambil memegangi tali kendali dan menyelipkan sandal di ketiak sebelah kiri.
Ketika sedang melakukan hal itu, ia dihampiri oleh Abu Ubaidah bin Jarrah, yang ketika iitu menjabat sebagai Gubernur negeri Syam. Dia adalah termasuk salah seorang di antara sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga.
Kemudian Abu Ubaidah bin Jarrah berkata kepada Umar bin Khattab, “Wahai Amirul Mu’minin, para pembesar negeri Syam akan keluar menemuimu, alangkah tidak layaknya jika mereka menyaksikanmu dalam kondisi seperti ini.”
BACA JUGA: Umar bin Khattab ketika Masuk Islam dan Kehidupannya di Madinah
Akan tetapi, jawaban yang diberikan oleh Umar bin Khattab adalah, “Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam. Allah adalah Maha lembut dan Dia menyukai kelembutan dalam segala sesuatu. Lalu mengapa aku tidak bisa bersikap lembut kepada pelayanku, dengan merendahkannya dan bersikap takabur kepadanya?
“Wahai saudaraku, apakah kamu telah lupa apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang merupakan teladan dan panutan bagi kita semua, ketika beliau memperbaiki sendiri sepatunya dan menambal sendiri bajunya?” []
SUMBER: PUSAT STUDI ISLAM