UMAR Bin Khathtab adalah sahabat Nabi yang juga sekaligus Khalifah Rasyidin kedua setelah wafatnya Abu Bakar. Ia lahir di Makkah dan berasal dari Bani Adi.
Umar merupakan orang yang cukup disegani di kalangan kaum Quraisy hingga ia mendapatkan julukan ‘Singa Padang Pasir’.
Selama Umar menjadi khalifah. Umar mendapatkan gelar Al-Faruq yang artinya pembeda yang benar dan yang salah. Ia adalah pemimpin yang tak ingin rakyatnya menderita. Ia senantiasa menginginkan rakyatnya tentram dan makmur.
BACA JUGA: Aku Tidak Menerima Alasan Umar
Suatu hari sepulang dari Suriah, Umar menyempatkan diri melihat langsung kehidupan rakyatnya. Ia mengetuk sebuah rumah kecil yang dihuni oleh seorang nenek tua.
“Wahai nenek, bagaimana pendapatmu tentang khalifah Umar?” tanya umar kepada nenek tua tersebut.
“Semoga Allah tidak memberikan ganjaran kebaikan kepadanya,” jawab si nenek.
Mendengar jawaban si nenek tersebut Umar tersentak. “Mengapa engkau berdo’a demikian, nek?” tanya Umar kembali.
“Karena ia tak pernah datang kemari dan memberiku uang,” jawab si nenek.
“Tapi jarak rumah Umar kemari sangat jauh,” kata Umar.
“Dia seorang khalifah. Seharusnya ia tahu kondisi rakyatnya di mana pun rakyatnya tinggal.”
Khalifah Umar seketika itu juga langsung meneteskan air mata. Batinnya tertusuk mendengar jawaban jujur dari nenek yang ada di depannya tersebut.
“Nek, bagaimana jika aku membeli dosa dan kesalahan dari khalifah Umar kepadamu senilai 25 dinar?” tanya Umar.
“Kamu jangan bergurau denganku,” jawab si nenek sambil tersenyum.
“Aku tidak bergura, nek. Kasihan umar jika harus menanggung dosa karena menelantarkanmu. Kasihan Khalifah Umar jika kelak menanggung siksa di akhirat karena kelalaiannya kepadamu.”
“baiklah terserah padamu saja,” kata nenek tua itu dan akhirnya dia menerima uang dari Umar.
Belum sempat Umar berpamitan dengan si nenek tersebut, tiba-tiba sahabat mendekat dan mengucapkan, “Assalamu’alaikum, wahai Amirul Mukminin.”
Mendengar ucapan sahabat tersebut membuat si nenek terkejut dan ketakutan . Ia baru tahu jika orang yang telah mengajaknya bicara adalah khalifah umar bin Khatab.
“Oh, Tuan. Maafkan aku yang telah lancang mencacimu,” ucap si nenek sambil gemetar.
BACA JUGA: Umar menangis saat Melihat Keadaan Rasulullah
“Tidak apa-apa, Nek. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu. Dosaku kepadamu telah aku tebus. Kelak, jangan menuntutku di akhirat,” jawab Umar kepada nenek tersebut.
Nenek tersebut tidak lagi merasa bahwa Umar telah zalim kepadanya. Sejak kejadian itu si nenek menjadi orang yang sangat kagum kepada khalifah Umar bin khathab. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/ Penerbit: Al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015