KETIKA Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, ‘Umar bin Khaththab termasuk salah seorang sahabat Rasulullah yang kaya. Namun, kekayaan yang dimilikinya sama sekali tidak membuatnya menginginkan kemewahan dalam mengarungi hidup. ‘Umar benar-benar tahu hakikat harta terlebih lagi sejak masuk Islam. Dunia menginginkan ‘Umar, namun ‘Umar sama sekali tidak menginginkan dunia itu.
Kesederhaan ‘Umar dalam menjalani kehidupan di masa Rasulullah terekam dalam beberapa kisah yang patut kita contoh dan teladani.
Suatu saat, ‘Umar pernah terlambat melaksanakan shalat Ashar berjamaah, karena sibuk mengurus kebunnya. ‘Umar sangat menyesali atas kelalaian dan sikapnya itu. Akhirnya, ‘Umar memilih untuk menyedekahkan kebun yang disayanginya itu kepada fakir miskin.
BACA JUGA: Ketika Umar Minta Dicambuk
Dan ketika ‘Umar telah menjabat sebagai khalifah sekali pun, ‘Umar tetap memilih hidup dalam kesederhanaan baik dirinya maupun keluarganya. Bahkan statusnya sebagai khalifah membuatnya semakin sederhana dan zuhud terhadap dunia. Ia begitu takut harta akan melalaikannya. Namun bukan berarti ia mengharamkan harta atas dirinya, akan tetapi ia tahu betul bagaimana menempatkan harta itu dalam hidupnya.
Pernah suatu ketika, saat ‘Umar bin Khaththab terlambat hadir untuk menyampaikan khutbah shalat Jum’at. Ketika hendak naik mimbar, ‘Umar menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatannya kepada para jamaah. Ketika itu ‘Umar tengah disibukkan dengan menjahit pakaiannya karena ia hanya memiliki satu pakaian tersebut.
Meskipun menjabat sebagai khalifah, saat itu ‘Umar hanya memakai kain sederhana yang dipenuhi dua belas tambalan, yang salah satu tambalannya itu ditambal dengan kain kulit berwarna merah.
‘Umar juga menerapkan kesederhanaan ini kepada keluarganya. ‘Umar segera bertindak tegas jika ada dari anggota keluarganya yang hidup dalam kemewahan, ia begitu takut salah satu dari orang yang dicintainya itu terfitnah dengan harta kekayaan.
Suatu ketika, ‘Abdullah bin ‘Umar yang saat itu masih anak-anak, menggunakan pakaian dan alas kaki yang terbilang mewah. ‘Umar lantas menghampiri ‘Abdullah dan memukulnya ringan hingga ia menangis.
Hafshah, putri ‘Umar lalu bertanya, “Wahai ayah, mengapa engkau memukulnya?”
‘Umar menjawab, “Abdullah tampak kagum dengan apa yang dipakainya. Aku menginginkan anak-anakku jauh dari sikap sombong.”
‘Umar sangat berhati-hati dalam mendidik keluarganya sebagaimana kehati-hatiannya dalam memberi nafkah keluarganya, meskipun terancam kelaparan.
Suatu ketika, ‘Umar melihat seorang anak perempuan yang berpenampilan lusuh, kurus lagi lemah. ‘Umar kemudian bertanya, “Anak siapa ini?”
Salah satu putranya ‘Abdullah menjawab, “Dia adalah salah satu putrimu.”
‘Umar bertanya kembali, “Putriku yang mana?”
‘Abdullah menjawab, “Putriku.”
Dengan keheranan, ‘Umar kembali bertanya, ‘Apa yang membuatnya kurus dan lemah seperti ini?”
BACA JUGA: Perlakuan Khalifah Umar kepada Orang Yahudi yang Fakir
‘Abdullah menjawab, “Ini akibat dari perbuatanmu. Engkau terlalu keras dalam memberi nafkah.”
Lantas ‘Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah, aku tidak ingin memberi makan anakmu dengan cara yang salah. Berikanlah nafkah yang baik untuk anakmu ini!”
‘Umar begitu memahami hakikat dunia dan isinya, sedikitpun ia tak tergoda dengan gemerlapnya dunia, meski jabatan dunia telah dimilikinya. []
Sumber: Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.