ASKI misuh-misuh. Ia kesal sekali. Umar menyembunyikan satu potongan puzzle-nya. Aski sudah mencari kemana-mana. Di balik tumpukan buku. Di bawah tempat tidur. Tidak ada.
Sementara Umar malah tertawa-tawa. Tampak senang melihat Aski bingung.
“Kakak, dimana puzzle?” tanya Aski berulang-ulang.
Umar mengangkat bahunya. “Cari saja sendiri,” jawabnya. Umar memang dari tadi agak kesal juga. Aski selalu menganggunya ketika bermain puzzle.
BACA JUGA: Rambutan dari Pak Gandewa
Aski beringsut. Ia keluar kamar. “Aku kunci Kakak di kamar,” ujarnya keras.
Umar mendongak. Aski sudah menutup pintu. Kuncinya dibawa. Dari luar kamar, Aski mengunci pintu.
BUG! BUG! Terdengar pintu kamar dipukul. “Aski, buka pintunya,” teriak Umar.
Aski malah mencibir ke arah pintu.
BUG! BUG! Pintu dipukul lagi dari dalam.
Aski pergi meninggalkan kamar. Kuncinya dibiarkan di pintu.
Ibu sedang pergi ke pengajian sore. Bapak belum pulang kerja. Nur, anak tertua, masih les di sekolah. Umar sendirian dalam kamar.
Aski menemui ibu di pengajian. Ia duduk di depan ibu sambil memakan kue-kue. Aski tidak mengatakan apapun kepada ibu.
Jam lima, bapak baru pulang dari kantor. Bapak terkejut, pintu kamar Umar digedor-gedor keras. Suara Umar keras berteriak, “Aski, buka pintu!”
Bapak membuka pintu kamar.
“Aku dikunci Aski di dalam!” lapor Umar pada bapak.
Bapak menggeleng-gelengkan kepala.
“Kenapa?” tanya Bapak.
Umar tertunduk. “Aku salah. Aku sembunyikan mainannya. Aski marah.”
Aski pulang bersama ibu dari pengajian. Seolah tak ada apa-apa.
Sepulang dari masjid usai shalat Isya, bapak berbicara di meja makan. Nur, Umar, dan Aski melingkar.
“Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” bapak mulai berkata, “’Berilah aku wasiat’. Rasul menjawab, ‘Engkau jangan marah!’. Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi berkata lagi, ‘Engkau jangan marah!’.”
Bapak memandangi semua anaknya. Nur tampak asyik makan. Umar diam. Aski tertunduk.
BACA JUGA: Adzan Itu Panggilan Allah
‘Sahabat itu bernama Jariyah bin Qudamah,” ujar bapak lagi. “Ia meminta wasiat kepada Nabi agar bisa dihafal dan diamalkan. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang. Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.”
Aski makin terdiam. Mulutnya mengunyah makanan. Ibu memandangi ketiga anaknya.
“Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal,” ucap bapak tersenyum.
Sampai selesai makan, bapak tidak berbicara lagi. Seusai makan, anak-anak semuanya masuk kamar. []
Purwakarta, 8 Oktober 2013