SUATU hari, Umar bin Khattab berkunjung ke rumah Nabi. Nabi tinggal di sebuah ruangan kecil, bersebelahan dengan masjidnya.
Ruangan ini sekarang termasuk dalam bagian Masjid Nabi yang indah di Madinah. Tapi pada waktu itu, temboknya dibangun dari lumpur dan batu, atap pohon palem dan tangkai, dan lantainya adalah pasir. Pintu-pintunya langsung menjorok ke halaman dan tempat shalat.
Umar mengetuk dan meminta izin untuk masuk. “Bolehkah Umar bin Al-Khattab masuk, wahai Rasulullah?” kata Umar.
BACA JUGA: Zaman Khalifah Umar, Ada Gubernur yang Masuk Daftar Warga Miskin
“Ya, masuklah, Umar,” jawab Nabi.
Umar memasuki ruangan di mana Nabi sedang beristirahat. Dia pertama kali menyapa Nabi, “Assalamualaikum…”
“Wa’alaikum assalam, keselamatan untukmu,” jawab Nabi.
Umar duduk di lantai dan mulai memperhatikan ruangan itu untuk pertama kalinya. Tidak ada tempat tidur di ruangan itu. Nabi waktu itu tengan terbaring di atas sebuah tikar. Sebagian tubuhnya ada di lantai dan sebagian di atas tikar. Tikar itu kasar dan lantainya keras. Tanda dari tikar itu terlihat di tubuhnya. Nabi mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan yang kasar. Nabi punya bantal, tapi bantal itu terbuat dari daun berduri pohon palem.
Tidak ada yang lain di ruangan itu, tidak ada lemari pakaian, tidak ada makanan berlimpah untuk dimakan, tidak ada kasur yang nyaman. Sebagai gantinya, di sudut ada beberapa daun berry, dan setumpuk kecil gandum, dan sepotong kulit yang belum diolah sedang digantung.
Air mata mulai mengalir di mata Umar. Ketika Nabi melihat Umar menangis, Nabi bertanya kepadanya, “Kenapa kau menangis, Umar?”
Umar menjawab dengan suara pahit, “Dan mengapa aku tidak menangis, wahai Nabi Allah? Aku melihat tempat tidur dan tanda dari tikar di punggungmu, aku melihat semua barang milikmu yang sederhana, dan namun engkau adalah Nabi Allah dan Rasul pilihan-Nya!
BACA JUGA: Umar bin Khatab Marah karena Ucapan Terima Kasih dari Seorang Wanita
“Kaisar Byzantium dan Persia tinggal dalam kemewahan dan kenyamanan. Tahta mereka terbuat dari emas dan pakaian dan tempat tidurnya terbuat dari sutra terbaik,” Umar masih berkata.” Dan inilah yang engkau miliki. Inilah hartamu.”
Nabi tersenyum dan memandangi Umar dengan lembut. “Apakah engkau tidak bahagia, hai Umar bahwa kita akan menerima kekayaan dan harta kita dan kenyamanan dalam kehidupan yang kekal nanti? Raja-raja dunia ini telah menerima bagian penuh mereka di sini, dan bahkan bagian ini tidak akan berguna bagi mereka segera setelah mereka meninggalkan dunia ini. Bagian kita akan datang nanti, tapi begitu kita menerimanya, maka akan tetap bersama kita selamanya.” []