DALAM menjalankan pemerintahannya, ‘Umar bin Khaththab bersikap terbuka kepada rakyatnya. Ia juga memberikan kesempatan berpendapat bagi rakyatnya. ‘Umar tidak membatasi rakyatnya dalam berpendapat, tidak pula melarangnya.
Suatu hari, ‘Umar bertemu dengan seorang lelaki.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya ‘Umar.
BACA JUGA: Umar Menjadi Sebab Turunnya Ayat Ini
“’Ali dan Zaid memutuskan perkaraku dengan putusan ini,” jawab lelaki itu.
“Sekiranya aku yang menjadi hakim, akan kuputuskan dengan putusan ini,” kata ‘Umar.
“Jika demikian, apa yang menghalangimu untuk memutuskannya? Padahal engkau berhak memutuskannya?” tanya lelaki itu lagi.
“Sekiranya aku mengembalikan perkaramu pada Kitabullah dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya aku putuskan, tetapi aku mengembalikan perkaramu pada pendapatku sendiri. Dan pendapat itu sama dengan dengan pendapat yang dikemukakan oleh ‘Ali dan Zaid.” Jawab ‘Umar.
Pada kesempatan yang lain, ‘Umar berkhutbah di hadapan rakyatnya, “Wahai manusia, siapa yang melihat kebengkokan pada diriku, hendaklah ia meluruskannya!”
Seorang lelaki kemudian berkata, “Demi Allah, seandianya kami melihat kebengkokan pada dirimu, kami akan meluruskannya dengan pedang.”
Mendengar jawaban itu, ‘Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan pada umat ini orang yang mau meluruskan kebengkokan ‘Umar dengan pedangnya.”
BACA JUGA: Perlakuan Khalifah Umar kepada Orang Yahudi yang Fakir
‘Umar pernah berkata, “Orang yang paling kucintai adalah dia yang mau menunjukkan kesalahan-kesalahanku.”
Dalam kesempatan lain, ‘Umar juga pernah mengatakan, “Aku khawatir jika aku melakukan suatu kesalahan, lantas tidak ada seorang pun dari kalian yang mengingatkanku, disebabkan rasa segannya padaku.” []
Sumber: DR. Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.