LELAKI tinggi tegap itu berjalan sambil menghunus pedang. Ia adalah Umar bin Khattab. Hari itu ia sudah habis sabar. Ingin ia segera habisi orang yang bernama Muhammad.
Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi.
“Hendak kemana engkau, ya Umar?” tanya Abdullah.
“Aku hendak membunuh Muhammad,” dengus Umar.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad?”
Umar berbalik pada Abdullah, dan menghardik, “Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asalmu?”
Alih-alih menjawab, Abdullah an-Nahham al-‘Adawi malah berkata, sambil menaikkan dagunya, “Maukah engkau kutunjukkan yang lebih mengagetkan daripada itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu,” kata Abdullah.
Umar terperanjat. Tanpa banyak kata, ia langsung menuju ke rumah adiknya.
Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya. Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya: “Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja,” jawab adiknya.
“Pasti kalian telah murtad!” ujar Umar dengan geram.
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu?” jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera membangunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah.
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah,” teriak Fatimah kepada Umar dalam keadaan penuh darah.
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan seperti itu, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar.
Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut.
Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci.
Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca: “Bismillahirrahmanirrahim.”
Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci.”
Kemudian Umar terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku,” (QS. Thaha : 14).
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad,” ujar Umar.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, aku berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa : ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam’.
“Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa.”
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang berada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya.
Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul.
Hamzah bertanya: “Ada apa?”
“Umar,” jawab mereka.
“Umar? Bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri.”
Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata : “Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunkan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah? Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab.”
Maka berkatalah Umar: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah.”
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram. []