Ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa umat Islam kelak pada akhir zaman akan terpecah menjadi 73 golongan.
Hal ini sejalan dengan hadits dari Abi Hurairah RA. yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, nasrani terpecah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. (HR Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ibu Hibban dan Al-Hakim)
Al-Imam At-Tirmizi menyebutkan dalam kitabnya bahwa kedudukan hadits ini adalah hasan shahih. Julukan ini agaknya agak berbeda dengan umumnya para perawi hadits lainnya.
Menurut sebagian ulama, kalau Al-Imam At-Tirmizi mengatakan suatu hadits berkekuatan hasan shahih, maka ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, hadits itu punya 2 sanad. Sanad pertama hasan dan sanad kedua shahih. Kemungkinan kedua, hadits itu punya 1 sanad saja, oleh sebagian ulama dikatakan hasan dan oleh ulama lain disebut shahih.
Al-Hafidz Ibnu Hajar, ulama besar di bidang hadits yang telah menulis kitab penjelasan dari Shahih Bukhari mengatakan bawa hadits tentang 73 golongan ini berstatus hasan.
Sedangkan Al-Imam Ibu Taimiyah mengatakan bahwa kedudukan hadits ini shahih – karena banyaknya jalur periwayatannya.
Al-Imam Ibu Taimiyah bahkan mengatakannya shahih, karena banyaknya jalur periwayatannya.
Namun seperti biasanya di dalam dunia kritik hadits, ada banyak ulama dengan beragam versinya. Sebagian dari ulama itu menilai bahwa hadits ini bermasalah.
Ibnu Hazm mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih.
Di dalam kitab Tahzibul Kamal, Al-Hafidz Ibnu hajar menyebukan bahwa hadits ini punya masalah pada salah satu perawinya. Dia adalah Muhamad bin Amru bin Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi.
Orang ini dikatakan sebagai rajulun mutakallam alaihi min qibali hifdzhihi, artinya orang yang masih diperdebatkan dalam hafalannya. (Lihat: Tahzibul Kamal oleh Al-Mazi dan Tahzibut Tahzib oleh Ibnu Hajar)
Imam Muslim hanya menshahihkan Muhammad bin Amru apabila dengan kesertaaan perawi lainnya. Bukan kalau dia sendirian.
Di samping hadits di atas, ada hadits lain lagi yang bisa kita bedah.
Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 millah (agama), sementara umatku berpecah menjadi 73 millah (agama). Semuanya di dalam neraka, kecuali satu millah.” Shahabat bertanya, “Millah apa itu?” Beliau menjawab, “Yang aku berada di atasnya dan juga para shahabatku.” (HR At-Tirimizi, Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Al-Hakim)
Al-Imam at-Tirmizi mengatakan bahwa status hukum hadits ini hasan. Sedangkan Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini dapat dijadikan hujjah.
Al-Imam Zainuddin Al-Iraqi (w. 809 H) dan Al-Imam Jalaluddin Assuyuthi mengatakan bahwa hadits kedua ini termasuk hadits mutawatir.
Al-‘Ajluni memasukkan hadits kedua ini dalam kitabnya, Kasyful Khafa’ wa Muilul Ilbas. Kitab ini merupakan kitab yang berisi hadits yang populer di tengah masyarakat.
Hadits yang Tidak Shahih dan Dikritik Para Ulama
Namun tidak semua bagian hadits itu shahih, ada penggalan kalimat yang masih dipermasalahkan oleh para ulama. Potongan kalimat itu adalah:
“Semuanya di neraka kecuali satu golongan, aku dan shahabatku.”
Ibnu Hazm dengan tegas mengatakan bahwa tambahan kalimat itu adalah hadits palsu, bukan bagian dari sabda Rasulullah SAW.
Hal senada dikatakan oleh Al-Imam Asy-Syaukani ketika mengutip pandangan Ibnu Katsir. Beliau mengatakan bahwa tambahan kalimat, “semuanya di neraka kecuali satu kelompok” telah didhaifkan oleh banyak ulama muhadditsin.
Ulama besar abad ini, Dr Yusuf Al-Qaradawi juga ikut berkomentar soal potongan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa seandainya tambahan kalimat ini memang shahih, tidak ada ketetapan bahwa perpecahan itu harus terus-menerus terjadi selama-lamanya.
Kalau pun ada benar dari umat Islam yang sesat karena menyempal dan masuk neraka, maka hadits itu pun juga tidak memastikan bahwa yang masuk neraka itu akan kekal selamanya di dalam neraka. Sebab hadits itu tetap menyebut mereka sebagai ‘ummatku’.
Hal itu berarti bahwa Rasulullah SAW tetap menganggap mereka bagian dari umatnya dan agamanya tetap Islam. Tidak divonis oleh hadits itu sebagai orang kafir yang kekal di dalam neraka. Wallahu a’lam. []
Sumber: Rumah Fiqih.