Oleh: Ustadz Ahmad Mudzoffar, MA
UMAT Islam kini, baik di Indonesia secara khusus maupun di seluruh dunia secara umum, sedang menunggu-nunggu lahir dan tampilnya generasi baru. Ya, generasi baru dengan muwashafat (karakteristik) khusus dan istimewa.
Generasi yang diharapkan membawa ruh baru, orientasi baru, komitmen baru, dan peran dakwah baru, bagi umat yang telah demikian lelah oleh beragam perbedaan yang membingungkan, berbagai perselisihan yang merancukan, dan beraneka ragam perpecahan serta pertikaian yang meluluh lantakkan sendi-sendi kekuatan, ukhuwah, persaudaraan, dan persatuan.
BACA JUGA: Spirit Muhasabah dalam Bingkai Ukhuwah
Maka yang sedang dibutuhkan oleh umat saat ini, adalah generasi pengemban dakwah yang mampu menampilkan Islam nan indah lagi menawan. Dan itu hanya terwujud jika dakwah mereka ditunaikan benar-benar dengan hikmah, yakni dengan ilmu yang dipadu rasa, dan dengan bijak yang penuh sikap tanggung jawab!
Allah SWT berfirman yang artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Ya, itu hanya bisa terealisir bila dakwah benar-benar dibangun di atas landasan sikap saling ber-wala’ (saling loyal, bantu dan dukung) dalam iman, ukhuwah, amal saleh dan ketaatan (lihat QS. 8: 73; 9: 71; 49: 10).
Yang dibutuhkan oleh umat saat ini adalah para juru dakwah yang mengacu pada prinsip ta’awun (saling bekerja sama) atas dasar kebajikan dan ketaqwaan, bukan dalam dosa, kemaksiatan dan permusuhan (QS. 5: 2). Atau sikap mereka dalam dakwah yang setidaknya masih “menyisakan” husnudzan/baik sangka, bukan saling suudzhan/buruk sangka antar sesama penghuni rumah besar ASWAJA (Ahlussunnah Waljamaah).
BACA JUGA: Yang Berukhuwah, Mari Menuju Jannah
Oleh karena itu jalan dan garis dakwah yang harus dipilih dan dilalui oleh generasi pembaharu baru, adalah dengan saling mengakui, mentoleransi dan menghargai, bukan saling menolak, menafikan dan mentabiri. Saling mendukung, bukan saling memasung. Saling mengindahkan, bukan saling memburukkan. Saling memberi kemanfaatan, bukan saling memadharatkan. Saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Saling memudahkan, bukan saling menyulitkan. Saling memotivasi dan menyemangati, bukan saling membuat lari (lihat: HR. Bukhari dan Muslim). Saling mengasihi, merahmati dan menasihati, bukan saling mendendam mendengki, mencaci maki dan menyakiti. Saling memikat, mendekat dan merapat, bukan saling “memecat” (baik dari Islam dengan mengkafir-kafirkan, maupun dari ASWAJA dengan membid’ah-bid’ahkan), atau saling menghujat dan melaknat.
Jadi, intinya, garis, jalan dan komitmen “generasi ruh baru” adalah berdakwah bilhikmah, yakni berdakwah secara mencerahkan bukan membingungkan, menyejukkan bukan menyesakkan, dan menyatukan bukan mencerai beraikan! []
SUMBER: IKADI