DARI Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah saw. sampai kami datang kepada seorang perempuan dari kalangan Anshar di pasar-pasar. Datanglah seorang perempuan dengan membawa dua orang anaknya. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, dua anak ini adalah putri Tsabit bin Qais yang terbunuh saat menyertaimu pada perang Uhud. Pamannya mengambil seluruh harta dan warisan mereka berdua, dia tidak menyisakan untuk keduanya sedikit pun kecuali dia pasti mengambilnya. Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah. Demi Allah keduanya tidak akan dinikahi selama-lamanya kecuali keduanya memiliki harta.”
Rasulullah saw. bersabda, “Semoga Allah menetapkan hukum dalam masalah ini.”
BACA JUGA: Asbab Terjadinya Ikrar Baiāatur Ridwan
Turunlah surat An-Nisa: “Allah berwasiat kepada kalian tentang anak-anak kalian. Untuk anak laki-laki semisal bagian dua anak perempuan. Jika anak-anaknya itu perempuan lebih dari dua maka mereka mendapatkan dua pertiga harta warisan. Jika hanya satu anak perempuan raja maka dia mendapatkan setengah harta warisan. Untuk kedua orang tuanya, masing-masing mendapatkan seperenam harta warisan, jika si mayit mempunyai anak. Jika mayit tidak mempunyai anak maka kedua orang tuanya mewarisinya dan untuk ibunya sepertiga. Jika dia memiliki saudara maka ibunya mendapatkan seperenam, sesudah ditunaikan wasiat atau sesudah dibayarkannya hutang. Bapak-bapak kalian atau anak-anak kalian, kalian tidak tahu mana di antara mereka yang lebih besar manfaatnya bagi kalian. Itu sebagai kewajiban dari Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (QS. an-Nisa’: 11).
Rasulullah saw. bersabda, “Panggilkan untukku perempuan itu dan dua anak perempuan itu.” Nabi saw. bertitah kepada paman kedua anak itu, “Berikanlah dua pertiga harta warisan kepada mereka berdua, berikan seperdelapan harta warisan kepada ibu mereka berdua, adapun sisanya itu menjadi milikmu.” (Sunan Abu Dawud, 2893, berderajat hasan)
Ketika sistem aturan warisan ditetapkan dalam Islam, para wanita mendapatkan keadilan dan kasih sayang. Sebelumnya, orang-orang jahiliyah tidak memberi warisan kepada kaum wanita dan juga kepada orang laki-laki yang lemah. Dari As-Sadi, dia berkata, “Orang-orang jahiliyah tidak memberikan harta warisan kepada anak perempuan dan anak laki-laki yang masih kecil. Seorang lelaki tidak mewariskan harta kepada anaknya kecuali yang sudah mampu berperang. Abdurrahman, saudara Hassan sang penyair, meninggal dunia. Dia meninggalkan seorang istri yang bernama Ummu Kujjah, dan meninggalkan lima orang saudara perempuan. Kemudian datanglah orang-orang yang mengklaim sebagai ahli waris datang mengambil harta warisannya. Ummu Kujjah mengadukan hal itu kepada Nabi saw.
BACA JUGA: Asbabun Nuzul āBagimu Agamamu Bagiku Agamakuā
Kemudian Allah berfirman tentang Ummu Kujjah, “Untuk kalian separuh dari harta yang ditinggalkan oleh istri kalian jika mereka tidak mempunyai anak. jika mereka mempunyai anak maka kalian mendapatkan seperempat dari harta yang mereka tinggalkan, sesudah ditunaikan wasiat yang mereka wasiatkan dengannya atau hutang. Mereka (para istri) mendapat seperempat dari harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak mempunyai anak. jika kalian mempunyai anak maka mereka mendapatkan seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan, sesudah ditunaikannya wasiat yang kalian wasiatkan atau hutang. jika ada orang lelaki yang diwarisi dalam keadaan kalalah, atau orang perempuan, sedangkan dia memiliki saudara laki-laki atau saudara perempuan maka masing-masing dari mereka mendapatkan seperenam. Jika jumlah mereka lebih dari itu maka mereka berserikat dalam sepertiga harta, sesudah wasiat yang dia wasiatkan dengannya, atau hutang, tanpa ada mudarat, sebagai wasiat dari Allah dan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Qs. an-Nisa’: 12) (Tafsir ath-Thabari 8725, hasan mursal). []
Sumber: Keistimewaan 62 Muslimah Pilihan/ Penulis: Ali bin Nayif asy-Syuhud/ Penerbit: Ar-Rijal Publishing/ April, 2013