Oleh: Ustadz Najmi Umar Bakkar.
SAUDARAKU Ketahuilah.
Setiap tarikan dan desahan nafas, saat menjalani waktu demi waktu, adalah langkah menuju kubur.
Manusia akan merugi apabila harinya berlalu begitu saja, tidak bertambah iman, ilmu dan amalnya.
Waktu itu lebih berharga dari pada harta. Seandainya seseorang yang sedang menghadapi kematian, lalu dia letakkan semua hartanya untuk memperpanjang usianya satu hari saja, apakah dia akan mendapatkan penundaan dan perpanjangan waktu tersebut.
Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan sepanjang perjalanan hidup akan ditanya, dan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah Ta’ala…
Allah Ta’ala berfirman :
“Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 93)
Ternyata amal tak seberapa, sedekah dan infaq cuma sekedarnya, mengajarkan ilmu tak pernah ada, silaturrahim pun rusak semua.
Jika sudah demikian, apakah ruh ini tidak akan melolong, meraung, menjerit menahan kesakitan di saat berpisah dari tubuh waktu sakaratul maut…?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
(1). “Kedua kaki setiap hamba pada hari Kiamat tidak akan beranjak hingga ia ditanya tentang usianya, untuk apa ia habiskan ? Tentang ilmunya, sudahkah ia amalkan ? Tentang hartanya, dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia belanjakan ? Dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan ?” (HR. At-Tirmidzi no. 2417, ad-Daarimi no. 537 dan Abu Ya’la no. 7434, hadits dari Abu Barzah al-Aslamy, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 946)
(2). “Diantara (tanda) baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat untuknya” (HR. At-Tirmidzi no. 2318 dan Ahmad no. 1737, hadits dari al-Husain bin Ali, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 5911)
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata :
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
Menyia-nyiakan waktu itu lebih dahsyat dari pada kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya (Al-Fawaaid hal 64)
Waktu manusia adalah umurnya…
Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih…
Berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan. Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah kepada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya…
Selain itu maka tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun ia hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.
Jika waktu itu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuatnya lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat, untuk berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh KEMATIAN LEBIH LAYAK BAGI DIRINYA…” (Al-Jawabul Kaafi hal 109)
Muhammad bin Abdil Baqi rahimahullah berkata :
ما اعلم اني ضيعت ساعة من عمري في لهو او لعب
“Tidaklah aku mengetahui, jika aku pernah melalaikan sesaat saja dari umurku hanya untuk bermain-main dan senda gurau” (Siyar A’laamin Nubalaa’ XX/26 oleh Imam adz-Dzahabi)
Ibnu Aqil al-Hanbali rahimahullah berkata :
اني لا يحل لي ان اضيع ساعة من عمري حتى اذا تعطل لساني عن مذاكرة و مناظرة و بصري عن مطالعة اعملت فكري في حال راحتي و انا مستطرح
“Sesungguhnya tidak halal bagiku untuk melalaikan sesaat dari umurku, sehingga jika lisan ini telah berhenti dari berdzikir dan berdiskusi, dan mata ini berhenti dari mencari pembahasan, maka aku memikirkan ilmu di saat santaiku” (Dzail Thabaqat al-Hanabilah 1/146 oleh Imam Ibnu Rajab)
Saudaraku, bagaimana dengan dirimu? []