FIRMAN Allah dalam Surah Asyura ayat 23:
ذٰ لِكَ الَّذِىۡ يُبَشِّرُ اللّٰهُ عِبَادَهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِؕ قُلْ لَّاۤ اَسۡـَٔـــلُـكُمۡ عَلَيۡهِ اَجۡرًا اِلَّا الۡمَوَدَّةَ فِى الۡقُرۡبٰىؕ وَمَنۡ يَّقۡتَرِفۡ حَسَنَةً نَّزِدۡ لَهٗ فِيۡهَا حُسۡنًا ؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ شَكُوۡرٌ
Itulah (karunia) yang diberitahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. (QS. Asyura: 23)
Ayat ini menjelaskan kekhususan yang Allah berikan untuk Nabi Muhammadﷺ. Yaitu dalam hal imbalan atau perlakuan umat terhadap dakwah Nabi ﷺ. Kekhususan itu adalah tidak ada imbalan yang pantas diberikan umat untuk beliau ﷺ atas jerih payah dakwah tersebut kecuali cinta terhadap Al-Qurba.
BACA JUGA: Nabi, Di Malam Kelahirannya …
Ulama menafsirkan Al-Qurba sebagai sahabat Nabi ﷺ. Dengan begitu, imbalan yang patut diberikan umat nabi Muhammad ﷺ. adalah dengan selalu mencintai para sahabat beliau saw.
Ada tafsir lain dari kata itu. Yaitu, Al-Qurba bermakna assabiqunal awwalun minal muhajirin wal anshar, para sahabat generasi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Hal ini karena mereka merupakan sahabat-sahabat pilihan yang telah membuktikan kesetiaannya terhadap dakwah Nabi saw. yang begitu berat.
Tafsir kata Al-Qurba yang lebih kuat adalah anak keturunan Nabi saw. Yaitu, anak-anak dan cucu serta dzurriyat dari Ali bin Abi Thalib bersama Fathimah radhiyallahu ‘anhuma. Atau, keluarga besar dari keturunan Nabi Muhammad ﷺ. Di mana, silsilah tersebut masih terjaga hingga saat ini.
Nabi ﷺ. tidak sakit hati dan marah ketika diri beliau disakiti, dihina, dan sejenisnya. Tapi, beliau akan merasa marah jika anak-anak keturunan beliau saw. yang mengalami hal tersebut. Karena Nabi ﷺ. begitu menaruh cinta yang dalam terhadap anak-anak dan cucu keturunannya.
Dalam tafsir Al-Kasysyaf yang ditulis oleh ulama Abul Qasim Mahmud bin Umar Al-Zamakhsyari, disebutkan tentang bagaimana reaksi Nabi ﷺ ketika puteri beliau dihinakan oleh suaminya, Utbah bin Abi Lahab.
Hubungan Nabi dengan Abu Lahab bukan sekadar ponakan dengan paman. Tapi juga hubungan besan. Dua puteri beliau ﷺ: Ruqayyah dan Ummu Kultsum dinikahi oleh dua putera Abu Lahab, yaitu Utbah dan Utabah.
Ketika Nabi ﷺ mendeklarasikan kenabiannya, salah satu tokoh Quraisy yang paling keras memusuhi Nabi saw. adalah Abu Lahab. Dan hal ini diabadikan dalam Alquran dalam Surah Al-Lahab.
Suatu kali, Utbah dan keluarga besarnya termasuk Abu Lahab akan mengadakan perjalanan dagang ke negeri Syam. Sebelum berangkat, Utbah mengajak istrinya untuk mendatangi rumah mertuanya, Nabi Muhammad ﷺ.
Di rumah Nabi, Utbah menghina nabi dan keluarganya. Dalam suasana menghina itu, Utbah memperlakukan Ruqayyah dengan tidak pantas. Ia pun menceraikan Ruqayyah di hadapan Nabi ﷺ.
Soal dihina, Nabi ﷺ. sudah terbiasa. Sedikit pun ia tidak marah. Bahkan ketika penduduk Thaif melempari beliau dengan batu hingga melukai tubuh beliau, Nabi ﷺ tidak marah. Justru beliau mendoakan.
BACA JUGA: Umamah, Cucu Pertama Rasulullah SAW
Namun, ketika keluarganya dihina, Nabi ﷺ bereaksi di luar dugaan. Dan saat itu secara kebetulan hadir salah paman beliau saw. Yaitu, Abu Thalib.
Abu Thalib menyaksikan dengan begitu terpana ketika Nabi mengungkapkan kata yang begitu dahsyat, dan belum pernah ia dengar sebelumnya.
Nabi ﷺmengatakan, “Ya Allah, cabik-cabiklah orang ini dengan binatang buas yang Kau kirim untuknya.”
Apa yang terjadi berikutnya? Utbah pulang dan kemudian berangkat bersama rombongan untuk melakukan dagang ke Syam. Ia sempat terngiang dengan ucapan Abu Thalib yang mengatakan, “Berhati-hatilah dengan doa Muhammad.”
Ucapan Abu Thalib itu pula telah diceritakan Utbah kepada ayah dan keluarga besarnya yang saat itu tengah bersamanya dalam perjalanan dagang.
Di sebuah daerah di Syam, rombongan ini berhenti untuk melakukan istirahat. Abu Lahab memerintahkan rombongan untuk membuat pagar hidup untuk melindungi Utbah. Hal itu menunjukkan kalau Abu Lahab pun mempercayai kebenaran doa Nabi Muhammad ﷺ.
Saat semuanya tertidur, tiba-tiba datang seekor macan. Macan itu tidak langsung memangsa semua orang. Melainkan, mengendus-endus seperti membaui seseorang. Saat itulah, Utbah menjadi korban dimangsa macan. Tubuhnya dicabik-cabik hingga tewas.
Dalam kisah lain, seorang cicit Nabi ﷺ bernama Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum pernah ditangkap. Ia pun digelandang di tengah lapang.
BACA JUGA: Wasiat Nabi kepada Aisyah
Seorang laki-laki yang menjadi komandan pasukan mengatakan, “Orang ini telah menjadi biang keonaran. Ia harus dihukum.”
Saat sang komandan mendekati Ali bin Husein, ia mendengar Ali berucap, “Apakah engkau pernah membaca Alquran?” Dengan sombong orang itu menjawab, “Ya, aku juga membaca Alquran.”
Ali bin Husein mengatakan lagi, “Sudahkah Anda membaca Surah 42 ayat 23 (ayat yang tercantum di awal artikel ini)?” Ali bin Husein pun membacakan ayat itu dan menjelaskan yang dimaksud dengan Al-Qurba. Spontan, sang komandan itu pun terdiam.
Ada dua kemungkinan yang dialami sang komandan. Ia memang tidak tahu kalau pemuda itu adalah Ali bin Husein yang merupakan cicit Nabi saw. Atau, ia baru memahami maksud ayat tersebut.
Wallahu a’lam bishowab. (seperti disampaikan Ustaz Adhi Hidayat dalam kajian tafsir beliau). []