DHAKA- Organisasi PBB yang menanggani anak-anak (UNICEF) mengungkapkan, lebih dari 200.000 anak-anak Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh dari Myanmar berada dalam kondisi yang memprihatinkan dan membutuhkan bantuan sesegera mungkin.
“Krisis kemanusiaan semakin parah dan anak-anak menjadi korban utama krisis tersebut,” kata Jean Lieby, Kepala Perlindungan Anak UNICEF Bangladesh dalam konferensi pers di Cox’s Bazar, Bangladesh, dekat perbatasan Myanmar, Selasa (12/09/2017) kemarin seperti dikutip dari AnadoluAgency
Berdasarkan data awal, Lieby menyebutkan 60 persen pengungsi adalah anak-anak. “Yang paling tampak di kamp-kamp Rohingya adalah banyaknya jumlah anak-anak. Anak-anak tidak tidur selama berhari-hari. Mereka tampak lemas dan kelaparan,” jelasnya.
Menurut PBB, sejak 25 Agustus, lebih dari 370.000 Rohingya telah mengungsi dari negara bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh.
Mereka mengungsi untuk menghindari operasi militer yang dilancarkan oleh pasukan keamanan dan umat Buddha yang membunuh, menjarah, dan membakar desa-desa Rohingya. Menurut Otoritas Bangladesh, sekitar 3.000 Rohingya tewas dalam operasi militer tersebut.
PBB mencatat adanya kejahatan kemanusiaan, termasuk pemerkosaan massal, pembunuhan – terhadap bayi dan anak-anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan paksa oleh pasukan keamanan selama operasi tersebut.
Ia juga mengatakan bahwa UNICEF meyakini sebanyak 200.000 anak-anak tengah membutuhkan bantuan darurat.
“Kami telah mengidentifikasi 1.128 anak yang terlantar, namun kami memperkirakan bahwa jumlah ini akan terus meningkat dalam beberapa hari mendatang,” tambah Lieby.
“Seiring bertambahnya jumlah kamp setiap harinya, kita harus menyediakan air minum yang aman untuk dikonsumsi dan sanitasi dasar. Kami ingin mencegah timbulnya penyakit bawaan air,” pungkasnya.[]