JEDDAH–Masyarakat Madura, Jawa Timur biasa mengganti nama usai menunaikan ibadah haji . Malahan, hal ini sudah menjadi tradisi di sejumlah daerah di Indonesia, khususnya di Madura.
Konsultan Ibadah Daerah Kerja (Daker) Makkah Panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) 2019 KH Ahmad Wazir mengatakan, terkait tradisi ganti nama setelah berhaji dari sisi sejarah dan syariat sudah ditemukan sejak dulu.
BACA JUGA: Ceritakan Pengalaman Berhaji, Dewi Sandra: Salah Satu Perjalanan Terbaik dalam Hidupku
“Dari sisi agama, literatur belum saya jumpai. Itu hanya aspek tradisi. Maksudnya, ya untuk tabarruk, mengharap berkah,” kata Ahmad Wazir di Makkah, Arab Saudi pada Selasa, (27/8/2019).
Tempo dulu, kata Wazir, perubahan nama itu diurus maktab dari para syekh yang menjadi pemandu jemaah haji. Jika nama asli bermakna kurang baik, sebaiknya memang diganti yang lebih bagus.
Sebagai contoh, seorang haji asal Madura, Mistiya (58) mengubah namanya menjadi Hj Siti Solihah. Sedang suaminya, Sapari (63) diganti menjadi H Syamsuddin.
Nama baru tersebut ternyata tidak asal-asalan, karena merupakan hasil dari konsultasi keduanya kepada kiai pembimbing haji.
Jemaah haji asal Madura yang menginap di Hotel Arkan Bakkah di wilayah Misfalah Mekkah baru selesai berkumpul dengan pembimbing haji. Di lokasi inilah, mereka meminta nama baru.
“Tidak dipungut biaya saat meminta nama dari kiai kami,” ujar Mistiya.
Mistiya menunjukkan nama barunya lewat secarik kertas yang ditulis dengan tulisan Arab. “Saya mendapatkan nama baru ini dari KH Muhammad Hariri. Kita semua yang meminta diberi nama baru lalu ditulis dalam sebuah kertas putih,” kata Mistiya di Hotel Arkan Bakkah, Makkah.
Meski demikian, perubahan nama tersebut tidak akan mengubah data-data pada dokumen kependudukan atau dokumen-dokumen penting lainnya seperti KTP, KK, atau Ijazah lulusan lembaga sekolah.
“Nama baru ini hanya nama dan gelar setelah haji, tapi akan menjadi nama panggilan populer di masyarakat,” terang Sapari. []
SUMBER: MEDCOM | LIPUTAN 6