KETIKA Makkah dirasa tidak aman, karena banyaknya umat Muslim yang senantiasa mendapatkan kekerasan dari kaum kafir Quraisy, maka Madinah adalah menjadi tempat hijrah yang paling aman. Madinah dengan rela menerima Islam setelah Islam masuk ke Madinah dibawa oleh Mush’ab bin Umair.
Cahaya Islam telah menyinari tanah Madinah. Perihal keagungan agama yang dibawa oleh Rasul Muhammad al-Musthafa, mereka telah mendengarnya. Iman pun terpatri dalam hati. Kerinduan kepada rasul mulia tak terbendung lagi.
BACA JUGA: Kenangan Kota Madinah
Seolah tak sabar menantikan kedatangan kekasih, mereka berbondong-bondong turun ke jalan. Yang dinanti pun tiba. Dari kejauhan, terlihatlah Rasulullah dan beberapa sahabat. Penduduk Madinah merangsek menyambut dengan penuh keharuan. Tangan mereka melambai-lambai memanggil nama Muhammad .
“Wahai Rasulullah, tinggallah di rumahku. Turunkanlah barang-barangmu. Kami akan menjagamu,” teriak mereka mengungkapkan harap.
Merupakan kehormatan bagi penduduk Madinah jika beliau berkenan tinggal di rumah mereka. Karena tidak ingin melukai hati penduduk Madinah, Rasulullah memilih jalan yang bijak. “Biarlah unta ini berjalan sesukanya. Di mana dia berhenti, di situlah aku akan tinggal,” kata beliau.
Unta itu pun mulai berjalan. Penduduk Madinah memandangnya dengan harap-harap cemas. Hati mereka sedih manakala unta itu melewati rumah mereka. Putuslah harapan menjadi tempat bernaung laki-laki yang mereka agung-agungkan. Tiba-tiba, unta Rasulullah berhenti di depan rumah seorang penduduk yang bernama Abu Ayub al-Anshari. “Wahai Rasulullah, itu rumahku. Artinya engkau akan tinggal bersama kami,” serunya bahagia.
Namun, wajah Abu Ayub berubah muram. Unta Rasulullah ternyata berdiri lagi dan melangkah meninggalkan halaman rumahnya. Rasulullah melepaskan tali kekang untanya. Beliau membebaskan unta itu berjalan kemana dia suka. “Ah, kenapa engkau berlalu dari rumahku, wahai unta keluh Abu Ayub sedih.
BACA JUGA: Keberanian Umar saat Hijrah ke Madinah
Hal aneh pun terjadi. Setelah berjalan mengelilingi beberapa rumah, unta itu kembali ke halaman rumah Abu Ayub, lalu duduk di sana.
“Alhamdulillah, terima kasih, ya Allah. Engkau memberiku kehormatan dengan menjadi tuan rumah bagi Rasul-Mu yang mulia,” serunya bahagia. la segera mendekati Rasulullah dan menurunkan barang-barang beliau. Akhirnya, Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayub al-Anshari. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Ummu Rumaisha/ Al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015