TANYA: Ustadz, di usia berapakah sebaiknya anak diajarkan pendidikan seks?
JAWAB: WAHAI saudara penanya, Pertama, hendaknya kita mengetahui bahwa anak adalah tanggungjawab orang tua. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin Umar, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ : الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا (رواه البخاري، رقم 853 ومسلم، رقم 1829 )
“Semua kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang orang-orang yang kalian pimpin. Kepala negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang bapak pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang ibu pemimpin di rumah suaminya.” (HR. Bukhari, no. 853, Muslim, 1829)
Di antara bentuk tanggung jawab yang dipikul orang tua terhadap anak-anak mereka adalah mencegah mereka dari segala sesuatu yang dapat merusak mereka atau memberi pengaruh negatif terhadap mereka.
Kedua. Sebagaimana diketahui bahwa pengajaran pendidikan seksual di kalangan barat telah berlebih-lebihan dan menjadi pusat perhatian sehingga dijadikan salah satu materi pelajaran di sekolah atau acara televisi, bahkan seminar dan konferensi. Ironisnya, budaya ini cukup mempengaruhi muslimin, khususnya mereka yang tepedaya dengan wawasan dan budaya barat.
Tidak diragukan lagi bahwa mengajarkan permasalahan-permasalahan seksual atau hal-hal terkait dengannya terhadapa anak sejak dini memiliki dampak negatif yang banyak.
Ketiga. Hendaknya diketahui bahwa mengajarkan anak-anak, laki-laki maupun perempuan, tentang adab-adab Islam yang berkaitan dengan menutup aurat, pandangan, dan meminta izin (masuk ke ruangan orang tua), hendaknya dimulai sejak kecil, atau ketika usia tamyiz atau pada fase sebelum baligh.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut telah disebutkan dengan jelas dalam wahyu yang suci. Di antaranya;
1- Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلاةِ الْعِشَاءِ ثَلاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ) (سورة النور: 58)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 58)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman agar para pelayan mereka, seperti budak dan anak-anak yang belum baligh, agar minta izin (kala memasuki ruang khusus mereka) dalam tiga waktu; Pertama sebelum shalat Fajar, karena ketika itu orang-orang sedang tidur di tempat tidur mereka. Kedua; Ketika kalian melepas baju di siang hari, maksudnya waktu qailulah (tidur siang), karena pada saat itu biasanya orang-orang melepaskan bajunya di tengah keluarganya. Ketiga; Setelah shalat Isya, karena itu adalah waktu tidur.
Maka para pelayan dan anak-anak diperintahkan agar mereka tidak menerobos masuk rumah pada waktu-waktu tersebut, karena dikhawatirkan akan memandang sesuatu yang tidak baik pada seseorang di tengah keluarganya. Atau amalan semisal itu.
(Tafsir Ibnu Katsir, 6/82)
Adapun jika sang anak mencapai usia baligh, maka izin hendaknya dilakukan pada setiap waktu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا بَلَغَ الأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (سورة النور: 59)
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 59)
2. Dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, “Rasulllah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود ، رقم 495، وصححه الألباني في ” صحيح أبي داود)
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah jika mereka telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkan mereka di tempat tidur mereka.” HR. Abu Dawud, no.495 dan dishohehkan oleh Al-Alban di Shoheh Abi Dawud.
Syekh Muhammad Syamsul Haq Al-Azim Al-Abadi rahimahullah berkata,
“Al-Manawi berkata dalam kitab “Fathul Qadil Syarh Jami Shagir”, ‘Maksudnya adalah memisahkan anak-anak kalian di tempat tidurnya jika mereka telah berusia sepuluh tahun, sebagai antisipasi kemudian timbulnya syahwat, meskipun mereka saudara satu sama lain.”
Ath-Thaybi berkata, “Digabungkannya antara perintah shalat dengan memisahkan tempat tidur anak-anak, sebagai bentuk pengajaran kepada mereka dan upaya menjaga perintah Allah, pendidikan bagi mereka dalam pergaulan antara sesame makhluk, dan agar mereka tidak berada di tempat-tempat tertuduh dan menjauhkan perkara-perkara haram.”
(Aunul Ma’bud, 2/115)
Ini merupakan petunjuk wahyu yang suci yang berkaitan dengan aurat dan rangsangan syahwat, dan dia, sebagaimana pandangan kami, dimulai pada usia sepuluh tahun. Dan ini merupakan usia tamyiz pada umumnya anak-anak.
Ketika anak sudah menjelang usia baligh, hendaknya dia diajarkan tanda-tanda baligh dan ciri-ciri yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Diajarkan pula macam-macam cairan yang keluar dari kemaluan kedua jenis manusia. Begitu pula hendaknya diajarkan hukum berwudhu, mandi dengan memperhatikan redaksi yang digunakan dalam pengajaran sesuai dengan kebutuhan untuk itu.
Ada dua perkara sangat penting yang hendaknya sudah diajarkan pada anak-anak pada usia yang sangat dini, sekitar usia 3 tahun. Keduanya memilik kaitan erat dengan pemahaman seksual. Keduanya adalah;
1- Pentingnya memisahkan anak kecil laki-laki dan perempuan. Mencampurkan mereka pada usia dini akan menimbulkan kerusakan dan cacat pada cara pandang, sifat dan perbuatan pada kedua jenis tersebut. Karena itu, penting agar dipahami oleh anak laki-laki agar dia tidak memakai pakaian saudara perempuannya, atau tidak boleh mengenak anting-anting di telinganya, atau tidak boleh memakai gelang, karena semua itu berlaku untuk wanita, bukan untuk laki-laki. Demikian pula halnya dikatakan terhadap anak wanita terkait dengan perbuatan dan sifat-sifat saudara laki-lakinya.
2- Hendaknya anak-anak diajarkan keistimewaan aurat, bahwa dia tidak layak terbuka di depan siapapun. Mengajarkan dan mendidik hal ini akan menumbuhkan sifat menjaga diri, malu dan mencegah orang-orang amoral melakukan tindakan bejat kepadanya.
Keempat. Adapun masalah wawasan seksual yang berkaitan dengan jimak, atau sesuatu yang umumnya terkait dengan permasalah suami isteri, hal ini hanya dilakukan saat dibutuhkan, seperti jika sudah menjelang pernikahan misalnya, atau dia sudah matang, sehingga dia sudah dapat memahami masalah-masalah umum seperti hukum zina atau semisalnya yang ada kaitannya dengan jimak atau aurat.
Hendaknya diketahui, bahwa apa yang dibutuhkan dalam masalah ini pada dasarnya merupakan fitrah. Dan yang penting diperhatikan adalah bahwa hendaknya informasi terkait dengan masalah ini sampai kepada anak-anak secara bertahap sesuai fase pertumbuhan mereka. Dapat melalui kajian-kajian fiqih, majelis ilmu, atau materi pelajaran dengan memperhatikan ucapan dan usia yang cocok untuk menyampaikan masalah ini. Peringatkan mereka fenomena kerusakan moral yang terjadi di kalangan orang kafir dan bandingkan dengan kebaikan Islam yang menganjurkan menutup aurat, sifat malu dan menjaga kerhormatan dari sesuatu yang haram.
Kami anjurkan untuk membaca buku ‘Ya Bunayyaa, laqad ashbahta rajulan’ (Wahai anakku, engkau telah dewasa) karya Syekh Muhamad bin Abdullah Ad-Duwaisy. Di dalamnya terdapat kiat-kiat mengatasi permasalah syahwa pada anak secara syariat. Wallahua’lam. []
Sumber: Islamqa.