Jakarta–Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Drs. H. Mohammad Siddik, MA., sangat khawatir bahwa istilah “Islam Nusantara” berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan Ummat sekaligus mengisolir Ummat Islam Indonesia dari persaudaraan Muslim dunia.
Menurutnya, detail Islam Nusantara sendiri belum pernah dibicarakan apalagi disepakati di Majelis Ulama Inodnesia (MUI). “Bahkan di lingkungan Majelis Ulama Indonesia sendiri tampak adanya dualisme, demikian pula dengan adanya penolakan dari beberapa MUI daerah hingga terkesan dipaksakan,” katanya di Jakarta Senin (22/10).
Terlebih lagi, lanjut Ustad Siddik masyarakat muslim pernah dihebohkan dengan pembacaan al Qur’an menggunakan langgam lokal yang dihubungkan dengan Islam Nusantara.
BACA JUGA:Â MUI Sumbar Tolak Konsep Islam Nusantara, Ini Tanggapan Sekjen MUI Pusat
“Pada umumnya para ulama al Qur’an, sudah mengenal tujuh cara membaca kitab suci al Qur’an yang dibakukan dan dikenal secara mu’tabar dengan “Qiraat al Sab’ah” atau tujuh cara membaca. Hal ini sudah sesuai dengan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah,” ungkapnya.
Ketua Presidium Majelis Organisasi Islam (MOI) yang bekerjasama di bidang da’wah dan pendidikan dari tiga belas ormas Islam anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatakan adanya perbedaan kebudayaan, psikologis dan sosiologis, serta gaya hidup (life style) di antara ummat Islam yang mencerminkan kebesaran Allah SWT., yang menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. (QS. Al Hujurat: 13).
Namun, perbedaan seperti itu tentunya tidak boleh dijadikan sebagai pemisah di antara ummat Islam, apalagi kebanggaan yang berlebihan dan bisa melahirkan ‘ashabiyyah yang lebih terbuka, seolah-olah yang sebagian lebih baik dari yang lain. Hal ini menjadi lebih berbahaya jika dipakai untuk mendeskreditkan umat Islam yang lain sebagaimana telah disebutkan Allah SWT dalam al Quran “Laa yaskhar qauman min qoumin.” (QS. Al Hujurat: 11)
BACA JUGA: Ini Kata KH Ma’ruf Amin soal Islam Nusantara
Karena itu, Ketua Umum Dewan Da’wah yang juga anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonensia (MUI) mengimbau kepada para ulama, umara, politisi, cendekiawan dan setiap Muslim agar tidak menggunakan istilah “Islam Nusantara” yang berpotensi membingungkan, bahkan sudah menimbulkan perbedaan pendapat dan perpecahan di kalangan umat, terlebih lagi apabila dijadikan alat kampanye politik di tahun politik ini.
“Penggunaan istilah ini bisa multitafsir dan bernuansa liberalisme agama, cara yang tidak elegan untuk mencari simpati dari kaum awam untuk sesuatu yang belum jelas, serta belum disepakati,” ungkapnya.
Selain itu, istilah ini kata ustad Siddik bisa meresahkan ummat yang selama ini sudah banyak mendengar tentang maraknya berbagai aliran-aliran yang sesat dan menyesatkan. []
Reporter: Rhio