TERDAPAT seorang laki-laki yang berperawakan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati, ialah Utbah bin Ghazwan. Salah satu diantara pemanah pilihan yang telah berjasa besar di jalan Allah. Ia adalah orang ketujuh dari kelompok tujuh perintis yang berbai’at kepada Nabi dan bersedia menghadapi orang-orang Quraisy yang sedang memegang kekuatan dan kekuasaan dalam kesesatannya.
Pada hari pertama dimulainya dakwah dan pada hari berawalnya penderitaan kesukaran, Utbah bersama kawan-kawannya telah memegang teguh suatu prinsip hidup yang mulia, yang menjadi bekal bagi hati nuraninya dan akan berkembang luas melalui perkembangan masa.
BACA JUGA: Akhlak dan Sifat Zuhud Umeir bin Sa’ad
Di tempat berdirinya Ubullah, Utbah membangun kota Basrah dengan dilengkapi sarana perkotaan termasuk sebuah masjid besar dan sekarang ia bermaksud meninggalkan negeri itu, lalu kembali ke Madinah. Dengan tujuan menjauhkan diri dari urusan pemerintahan, tapi Amirul Mu’minin Umar keberatan dan menyuruhnya tetap di sana. Utbah pun memenuhi keinginan Khalifah untuk membimbing rakyat melaksanakan shalat, memberi pengertian dalam soal Agama, menegakkan hukum dengan adil, serta memberi contoh teladan yang sangat mengagumkan.
Pada suatu hari Utbah pun berdiri berpidato di tengah-tengah mereka, katanya: “Demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam sebagai salah seorang kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga bagian dalam mulut kami pecah-pecah dan luka-luka! Di suatu hari aku beroleh rizqi sehelai baju burdah, lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Sa’ad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku … !”
Ada satu hal yang sangat Utbah takuti ialah bilamana dunia akan merusak agamanya. Dan dia menakuti hal yang serupa terhadap Kaum Muslimin. Karena itu ia selalu membimbing mereka dengan kesederhanaan. Bahkan ia pernah berkata, “Aku melindungkan diri kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah!”
BACA JUGA: Zuhud bukan Hanya Meninggalkan Harta
Demikian pula yang diucapkannya kepada Utbah bin Ghazwan dan karenanya Utbah harus patuh dan taat, maka ia pergi menuju kendaraannya, hendak menungganginya kembali ke Basrah. Tetapi sebelum naik ke atas kendaraan itu, ia menghadap ke arab kiblat. Lalu mengangkat kedua telapak tangannya ke langit sambil memohon kepada Tuhannya, agar ia tidak dikembali ke Basrah dan tidak pula kepada pimpinan pemerintahan untuk selama-lamanya.
Hingga akhirnya doa yang diucapkannya diperkenankan oleh Tuhannya. Saat ia dalam perjalanan ke wilayah pemerintahannya, ruhnya naik ke pangkuan Tuhannya, bersukacita dengan pengurbanan, kezuhudan dan kesahajaannya. Begitupun pahala yang telah tersedia untuk dirinya. []
Sumber: Karakterisik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah/Penulis: Khalid Muhammad Khalid/Penerbit: Diponegoro/2006