CHINA–Seorang pria Uighur mendokumentasikan kehidupan di dalam salah satu kamp rahasia China. Dia mengaku mendengar suara tahanan yang berteriak dan diberitahu bahwa ia akan dipukuli sampai mati jika tidak mengikuti perintah.
Pria bernama Mergan Ghappar (31) itu merupakan seorang model yang meninggalkan wilayah barat Xinjiang pada 2009 dan merintis karir di Foshan, China selatan. Namun, dia ditangkap pada 2018 dan dijatuhi hukuman 16 bulan penjara karena dituduh menjual ganja.
BBC melaporkan, Ghappar dibebaskan dari penjara Foshan pada November 2019. Satu bulan kemudian, ia diminta untuk menyelesaikan prosedur pendaftaran rutin. Kemudian, pada Januari 2020, ia melakukan penerbangan kembali ke kota asalnya di Xinjiang.Â
Xinjiang adalah rumah bagi suku Uighur, minoritas etnik yang sebagian besar Muslim yang dalam beberapa tahun terakhir menghadapi penindasan dan pengawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh negara China. Orang-orang di sana telah dipaksa untuk memutuskan kontak dengan dunia luar, dan setidaknya 1 juta orang Uighur telah ditahan dan diberi tuduhan sewenang-wenang.
BACA JUGA:Â Strategi ‘Mengerikan,’ Cina Turunkan Populasi Muslim Uighur
Ghappar pun menghilang setelah dia kembali ke Xinjiang.
Lebih dari sebulan setelah kepergiannya, Ghappar memberi kabar kepada keluarganya melalui WeChat, sebuah aplikasi pesan singkat populer di China. Ia mengatakan kepada mereka bahwa ia berada di penjara polisi di Kucha, Xinjiang.
Menurut BBC, Ghappar dan keluarganya berkomunikasi selama beberapa hari. Dia merinci seperti apa kehidupan di kamp, hingga akhirnya dia berhenti memberi respon.
Ghappar menulis pertama kali ditahan di penjara polisi selama 18 hari. Dia mengatakan ditempatkan dengan sekitar 50 orang lainnya di mana setiap orang memiliki karung di kepala mereka, diborgol, dibelenggu, dan memiliki rantai besi yang menghubungkan manset ke belenggu. Mereka ditempatkan di sebuah kamar kecil berukuran tidak lebih dari 50 meter persegi, pria di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri.
Pada satu titik, Ghappar mengatakan dia mengangkat tudungnya untuk meminta penjaga melonggarkan borgol, dan penjaga itu berteriak kepadanya, “Jika kamu melepas tudungmu lagi, aku akan memukulmu sampai mati.”Â
Soal makanan, para tahanan berbagi beberapa mangkuk dan sendok. Ghappar mengatakan polisi akan meminta orang yang memiliki penyakit menular untuk mengangkat tangan mereka, dan mereka yang mengangkat tangan akan makan terakhir.
Dia mengambil foto sebuah dokumen yang mendorong anak-anak berusia 13 tahun untuk bertobat atas kesalahan mereka dan menyerah secara sukarela. Laporan BBC yang dikutip Bussines Insider, Rabu (5/8/2020), menyebutkan bahwa tampaknya China berusaha mengendalikan pikiran kelompok minoritas tersebut.
BACA JUGA:Â Bocor, Dokumen Cina Ungkap Catatan Penahanan Muslim Uighur di Xinjiang
Ghappar juga mengatakan dia merasakan efek dari virus Corona ketika mulai menyebar di Xinjiang awal tahun ini. Virus Corona mencapai Xinjiang sekitar akhir Januari, meskipun tidak jelas apakah virus tersebut telah mencapai penjara polisi atau kamp tahanan.
“Empat pria, semuanya berusia 20 tahun atau lebih muda, yang mengabaikan aturan karantina dan bermain di luar, dipukuli sampai mereka berteriak seperti bayi, kulit di pantat mereka terbuka dan mereka tidak bisa duduk,” tulisnya.
Ia juga mengatakan bahwa para tahanan harus mengenakan masker di bawah tenda mereka.
“Ketika suhu tubuhnya ditemukan lebih tinggi dari normal pada satu titik, ia dipindahkan ke ruangan yang sangat dingin sehingga ia tidak bisa tidur, di mana ia mendengar seorang pria berteriak dari pagi hingga sore,” tulisnya.
Laporan itu juga menyebutkan, beberapa hari kemudian, para tahanan yang ditemukan sakit atau bersuhu tinggi – termasuk Ghappar, yang terserang flu – dipindahkan ke tempat yang disebutnya pusat kontrol epidemi. Di sana ia dibelenggu ke tempat tidur, segera ditutupi kutu, dan dijaga oleh dua orang.
BBC dan The Globe and Mail melaporkan, di sana lah Ghappar berhasil menyelundupkan telepon ke dalam selnya, entah dengan cara apa. Dia dapat mengakses beberapa barang pribadinya saat tiba di penjara kedua, dan teleponnya tidak diketahui.
BACA JUGA:Â Muslim Uighur di Xinjiang Kekurangan Obat dan Makanan di Tengah Wabah Virus Corona Wuhan
Dengan ponselnya itu ia dapat berkomunikasi dengan keluarganya dan bahkan merekam cuplikan dirinya di dalam kamarnya. Klip-klip itu menunjukkan Ghappar diborgol ke tempat tidur, dengan jeruji di jendela, dan propaganda China sebagai latar belakangnya.
Setelah berbulan-bulan tidak mendengar kabar dari Ghappar, keluarganya merilis video empat setengah menit yang dia ambil di selnya, bersama dengan serangkaian pesan teks, ke BBC dan The Globe and Mail.
Meskipun tidak mungkin untuk memverifikasi pesan teks tersebut, tetapi para ahli mengatakan kepada BBC rekaman itu terlihat asli, dan kesaksian itu konsisten dengan pengakuan dari para mantan tahanan Xinjiang lainnya.
Keluarga Ghappar mengatakan kepada BBC bahwa mereka sadar hal itu dapat memperburuk situasinya tetapi berharap hal itu akan menarik perhatian dan situasi umum bagi orang-orang Uighur di China.
Abdulhakim Ghapper, pamannya, mengatakan kepada BBC, video itu bisa menjadi simbol penindasan Uighur seperti bagaimana video penangkapan fatal George Floyd menjadi simbol rasisme dan penindasan di Amerika Serikat (AS).
“Mereka berdua menghadapi kebrutalan untuk ras mereka. Tetapi sementara di Amerika orang-orang mengangkat suara mereka, dalam kasus kami ada keheningan,” ujarnya. []
SUMBER: BBC | BUSINESS INSIDER | THE GLOBE AND MAIL