JAKARTA–Baru-baru ini beredar video yang memperlihatkan warna langit di Kabupaten Muaro Jambi berubah menjadi merah. Hal ini disebut-sebut akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sana. BMKG pun memberikan analisanya terkait langit yang berubah menjadi merah ini.
BMKG menyebut langit berubah menjadi warna merah karena adanya hamburan sinar matahari partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol). Hamburan ini dikenal teori fisika dengan istilah mie scattering.
BACA JUGA: MUI Keluarkan Fatwa Haram Pembakaran Hutan dan Lahan
“Mengapa Langit memerah? Jika ditinjau dari teori fisika atmosfer pada panjang gelombang sinar tampak, langit berwarna merah ini disebabkan oleh adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol), dikenal dengan istilah hamburan mie (mie scattering ). Mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak (visible) matahari,” kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto kepada wartawan, Ahad (22/9/2019).
Fenomena langit merah itu terlihat sore hari ini di Muaro Jambi. Di pagi hari warna langit menguning, lalu kian merah saat sore.
Siswanto menjelaskan, panjang gelombang sinar merah pada ukuran 0,7 mikrometer atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi. Selain itu, sebaran partikel polutan juga luas untuk membuat langit berwarna merah.
“Kita mengetahui bahwa konsentrasi debu partikulat polutan berukuran kurang dari 10 mikrometer sangat tinggi di sekitar Jambi, Palembang, dan Pekanbaru. Tetapi langit yang berubah merah terjadi di Muaro Jambi ini, berarti debu polutan di daerah tersebut dominan berukuran sekitar 0,7 mikrometer atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi. Selain konsentrasi tinggi, tentunya sebaran partikel polutan ini juga luas untuk dapat membuat langit berwarna merah,” ujar dia.
“Mengapa dikatakan ukuran partikel bisa lebih dari 0.7 mikrometer? Ini dikarenakan mata manusia hanya dapat melihat pada spektum visibel (0.4-0.7 mikrometer),” sambung Siswanto.
Berdasarkan pantauan satelit Himawari-8 tanggal 21 September, tambah Siswanto, di sekitar Muaro Jambi terdapat banyak titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal. Asap tersebut juga dialami di wilayah lain yang tampak berwarna cokelat.
“Asap dari karhutla ini berbeda dari daerah lain yang juga mengalami kebakaran, wilayah lain pada satelit tampak berwarna cokelat. Namun, di Muaro Jambi menunjukkan warna putih yang mengindikasikan bahwa lapisan asap yang sangat TEBAL. Hal ini dimungkinkan karena karhutla yang terjadi di wilayah tersebut, terutama pada lahan-lahan gambut,” ucap dia.
BACA JUGA: Ular Berkaki Ditemukan Hangus Terbakar Akibat Karhutla Hutan di Riau
Dia menuturkan ukuran debu partikulat polutan <10 mikron (PM10). Hari ini, tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10 = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi tidak sehat.
“Tebalnya asap juga didukung oleh tingginya konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 mikron (PM10). Hari ini, tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10 = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi tidak sehat. Di Pekanbaru lebih parah lagi, yaitu konsentrasi debu polutan PM10 kategori berbahaya 406,4 ug/m3,” tutur dia. []
SUMBER: DETIK