RAMAI di media sosial, seorang mahasiswi non-islam yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah mendapatkan nilai A dalam mata kuliah Al-Islam dan menjadi perbincangan warganet.
Video mahasiswi nonis yang kuliah di Universitas Muhammadiyah tersebut awalnya diunggah akun TikTok @Monika.Eliada, Rabu (16/8/2023). Kemudian, dibagikan ulang oleh akun beberapa akun media sosial lainnya, Sabtu (19/8/2023).
Dalam video tersebut, pengunggah menceritakan dirinya yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah Riau, kampus Islam yang dikelola oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
BACA JUGA: Muhammadiyah Bangun Hotel Rp 50 Miliar tanpa Utang
Kenyataannya, pengunggah tersebut beragama Kristen. Kendati begitu, ia justru mendapatkan nilai A di mata kuliah bernama Al-Islam.
“When u kuliah di Muhammadiyah dan dapat mata kuliah umum Al-Islam sampe 4 smstr pdhl aslinya Kristen,” tulis pengunggah dikutip dari Kompas.com.
Hingga Senin (21/8/2023), viewers video tersebut tembus sebanyak 1,1 juta kali di TikTok dan disukai oleh 10.812 pengguna di Instagram.
Lalu, apakah memang benar ada mahasiswa non-islam di Universitas Muhammadiyah? dan apakah sebetulnya mata kuliah Al-Islam itu?
Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Bambang Setiaji membenarkan adanya mahasiswa non-islam yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah memiliki mata kuliah agama.
“Iya (ada mata kuliah agama untuk mahasiswa),” ujar mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dilansir Kompas.com, Minggu (20/8/2023).
Bambang juga menjelaskan, setiap mahasiswa Universitas Muhammadiyah wajib mengikuti rumpun mata kuliah agama dan Kemuhammadiyahan atau disebut Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Mata kuliah AIK dapat terlaksana selama empat atau lebih semester dengan masing-masing semester memiliki nama mata kuliah yang berbeda.
Sebagai contoh, mata kuliah ini di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) terdiri dari Agama, Ibadah dan Muamalah, Islam dan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS), serta Kemuhammadiyahan.
Sementara di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) namanya menjadi Agama Islam 1, 2, 3, dan Kuliah Intensif Agama Islam.
Nama mata kuliah di rumpun Al Islam dan Kemuhammadiyahan ini berbeda untuk setiap kampus.
Selain itu, penggunaan namanya hanya ditujukan bagi mata kuliah mahasiswa muslim yang mendapatkan kuliah agama Islam dari kampus.
Terkait mahasiswa non-muslim yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah, Bambang mengungkapkan bahwa mereka tetap mendapatkan mata kuliah agama.
“Benar, semua (mahasiswa) dapat sesuai agama masing-masing (dengan) total 8 SKS,” lanjut Bambang.
Ia menjelaskan, kampus yang ditempati oleh banyak mahasiswa non-islam akan mendapatkan guru sesuai agamanya.
Ini seperti di Universitas Muhammadiyah Papua dan Universitas Muhammadiyah Kupang yang mayoritas diisi mahasiswanya non-islam.
“Kalo sedikit, (mahasiswa non-muslim) diminta mengikuti dan memperoleh kelulusan dari gereja atau vihara (tempat ibadah sesuai agamanya),” tambah Bambang.
Nantinya, pihak gereja atau tempat ibadah mahasiswa non-muslim tersebut yang akan memberikan hasil kelulusan kuliahnya kepada kampus.
BACA JUGA: Pindah ke Hunian Paling Bergengsi, Ronaldo Dikabarkan Jadi Warga Muhammadiyah
Materi dan pembelajaran yang diadakan juga tergantung dari standar agama masing-masing sesuai arahan rumah ibadah tersebut.
Sementara itu, para mahasiswa non-islam tetap mendapat mata kuliah khusus Kemuhammadiyahan.
“Untuk Kemuhammadiyahan, diberikan semacam sosiologi agama. Kalau Kemuhammadiyahan soal sejarah dan gerakan sosial Muhammadiyah,” lanjutnya.
Sebagai salah satu mata kuliah penciri yang hanya ada di perguruan tinggi Muhammadiyah, Kemuhammadiyahan akan mengajarkan mahasiswa mengenai organisasi Muhammadiyah, perannya bagi bangsa dan negara, serta penerapan nilai dan ajaran Islam berdasarkan pemahaman Muhammadiyah. []
REDAKTUR: ADNAN FIKRY AINURRAZAQ | SUMBER: DETIK.COM