DENGAN melepas klaim-klaim kebenaran dan penyelamatan yang berlebihan, mengoreksi diri tentang standar ganda yang sering kita pakai terhadap agama orang lain, dan selanjutnya memperluas pandangan inklusif mengarah kepada pandangan yang pluralis dari teologi kita sendiri, agama-agama akan mempunyai peranan penting di masa depan, dalam membangun dasar spiritualitas dan peradaban masyarakat kita.
“Kita para penganut agama akan bertemu dalam the road of life (jalan kehidupan yang sama).” Kata Bhagavan Das dalam bukunya, The Essential Unity of All Religions (1966: hlm. 604). “Yang datang dari jauh, yang datang dari dekat, semua kelaparan dan kehausan: Semua membutuhkan roti dan air kehidupan, yang hanya bisa didapat melalui kesatuan dengan The Supreme Spirit.”
Kutipan paragraf di atas merupakan sebuah Kata Pengantar dari Budhy Munawar-Rachman dalam bukunya yang lumayan tebal: ISLAM PLURALIS, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. Buku yang bermotifkan keinginan untuk membumikan ajaran Islam Pluralis di tengah masyarakat muslim Indonesia ini berisikan banyak sekali justifikasi atas keabsahan konsep pluralisme dalam Islam.
Saya akan mencoba sedikit mengkritisi buku tersebut, terutama dari bagian tulisan kata pengantar yang saya kutip diatas.
BACA JUGA: Islam, Antara Agama dan Ideologi
Seperti sudah lazim kita ketahui, ajaran pluralisme didasarkan pada asas ketidakpercayaan terhadap wahyu Tuhan. Hampir setiap tulisan tentang pluralisme dari para pengusung ajaran tersebut berisikan kritik dan sikap skeptis terhadap teks-teks ayat suci yang telah mapan.
Dan hanya dengan sikap inilah pluralisme bisa dikembangkan. Jika konsep pluralisme masih mengacu pada ayat suci semisal Al-Qur’an maka konsep tersebut akan runtuh sebelum ia sempat dibangun.
Maka yang harus menjadi landasan sikap kita ketika menganalisa hasil pemikiran dari para pengusung pluralisme adalah bahwa mereka merupakan kelompok orang yang tidak mempunyai keimanan terhadap wahyu Allah sehingga setiap hasil pemikiran mereka berasaskan kekufuran.
Dari kutipan kata pengantar buku ISLAM PLURALIS di atas, dapat kita lihat beberapa kesalahan mendasar dari pemikiran mereka. Yang pertama adalah kewajiban untuk melepas klaim-klaim kebenaran dan konsep penyelamatan dari semua agama.
Artinya kalau kita mau menjadi seorang muslim pluralis kita harus melepaskan keyakinan akan kebenaran agama yang kita anut. Mari kita bandingkan pemahaman ini dengan teks Al-Qur’an: “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya.” (TQS. Ali Imran: 85).
Coba saja sampaikan ayat ini kepada pengusung ajaran pluralisme Islam, tentu mereka akan mengatakan bahwa ayat ini perlu ditafsirkan ulang agar sesuai dengan pemahaman mereka. Atau mungkin lebih ekstrim, mereka akan mengatakan bahwa ayat ini sebenarnya hanya merupakan tambahan yang dimasukkan oleh cendekiawan muslim klasik ke dalam mushaf.
Yang kedua, adalah tuduhan mereka bahwa muslim yang tidak mengikuti paham pluralisme menggunakan standar ganda terhadap agama orang lain.
Coba kita simak kutipan dari bagian lain kata pengantar Budhy Munawar-Rachman: “Dalam soal teologi misalnya, standar yang menimbulkan kebingungan itu adalah standar bahwa agama kita adalah agama yang paling sejati berasal dari Tuhan, sedangkan agama lain adalah hanya konstruksi manusia –atau mungkin juga berasal dari Tuhan, tapi telah dirusak oleh konstruksi manusia. Dalam sejarah, standar ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis di bawah agama kita sendiri”.
BACA JUGA: Jujur Melihat Sejarah Umat Islam
Secara halus, sang penulis ingin menyesatkan pemikiran umat Islam dengan pernyataan bahwa ada dua kemungkinan yang sama-sama mungkin yaitu semua agama benar atau semua agama salah.
Jelas sekali pemahaman ini berbeda dengan konsep kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT. “Dan telah kuridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian”. (TQS Al-Maidah: 3).
Ditambah dengan pernyataan Allah pada Ali Imran ayat 85 yang saya tulis diatas, jelas sekali Al-Maidah ayat 3 ini menunjukkan mafhum mukhalafah bahwa selain agama Islam tidak diridhai oleh Allah SWT.
Yang ketiga, adalah kebingungan para pengusung pluralisme tentang konsep kebenaran itu sendiri. Berbagai pernyataan dan teori yang mereka sampaikan yang kelihatannya sangat ilmiah, menunjukkan kelemahan cara berpikir mereka.
Mereka hanya mampu menunjukkan kesalahan beragama para penganut agama sekarang –ini menurut klaim mereka– tapi sepertinya mereka tak pernah mampu menunjukkan kebenaran itu sendiri.
Coba saja rangkai berbagai tulisan mereka kemudian kita lihat secara seksama, maka kita akan menemukan keanehan dan keganjilan dari pemikiran mereka yang disebabkan oleh kebingungan mereka. Dan itu merupakan konsekuensi wajar terhadap orang yang tak mau beriman terhadap ayat-ayat Allah SWT. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara
Web: Abahfurqan.net