ADA larangan makan dan minum dari wadah emas dan perak, dan diqiyaskan darinya, larangan menggunakan emas dan perak sebagai perabotan lainnya, termasuk untuk tempat air wudhu.
Imam Asy-Syafi’i dalam “Al-Umm” berkata:
فإن توضأ أحد فيها، أو شرب، كرهت ذلك له…
Artinya: “Jika seseorang berwudhu menggunakan wadah (terbuat dari emas dan perak) tersebut, atau minum darinya, saya tidak menyukai hal itu baginya…”
Lalu, Asy-Syafi’i menyatakan, bahwa air dan makanan yang diletakkan di wadah emas dan perak tersebut, tetap halal dan boleh dikonsumsi, meski aktivitas makan dan minum dari wadah tersebut diharamkan.
BACA JUGA: Lama Mengunyah Makanan Dianjurkan?
Mengapa makanan dan minuman tersebut, tidak ikut diharamkan juga?
Jawabannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang perbuatan makan, minum dan pemanfaatan perabotan emas dan perak itu saja, bukan mengharamkan zat emas dan peraknya.
Seandainya zat emas dan perak itu najis dan haram, tentu zat emas dan perak itu tak boleh dimiliki serta tidak boleh diperjualbelikan. Faktanya, ia dimiliki dan diperjualbelikan, bahkan ada kewajiban zakat padanya.
Hukum Makanan dan Minuman yang Disajikan dalam Wadah Emas dan Perak
Karena zat emas dan peraknya tidak haram dan tidak najis, maka makanan dan minuman yang tersaji di atasnya, tetap halal dikonsumsi, dan wudhu dari wadah air yang terbuat dari emas dan perak tetap sah, sebagaimana dikatakan Asy-Syafi’i:
…ولم آمره يعيد الوضوء…
Artinya: “…Dan saya tidak menyuruhnya untuk mengulangi wudhu…”
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Al-Umm, karya Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Juz 2, Halaman 30-31, Penerbit Dar Al-Wafa, Al-Manshurah, Mesir.
Oleh: Muhammad Abduh Negara