SETIAP manusia pasti akan bertemu dengan kematian. Kedatangannya ini tak dapat kita prediksi sebelumnya, artinya ia datang secara tiba-tiba. Ketika itu terjadi, terkadang ada hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia yang belum terselesaikan. Salah satunya, memiliki utang pada orang lain. Lalu, apa hukumnya ya jika mati berutang?
Rasulullah SAW bersabda, “Demi yang jiwaku di tangan-Nya (Allah) seseorang yang fii sabilillah (di jalan Allah) tidak akan masuk surga sebelum dilunasi utangnya,” (HR. Ahmad).
BACA JUGA: Kisah Kakek Penjual Amplop
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang kakaknya yang wafat dan ia masih punya utang. Beliau menjawab, “Dia (ruhnya) dipenjara karena utangnya, dan sebaiknya engkau melunasi utangnya.”
Sahabat tadi bertanya lagi, “Ya Rasulullah, utangnya sudah saya lunasi, kecuali sisa dua dinar tagihan seorang wanita, sedang wanita itu tidak punya bukti.” Rasulullah menjawab lagi, “Bayarkan wanita itu, tuntutannya benar.”
Ini adalah suatu bukti bahwa bila ada tagihan utang terhadap orang yang telah wafat, hendaknya dibayar oleh ahli warisnya. Meskipun, bukti-bukti utangnya kurang kuat.
BACA JUGA: Bolehkah Kita Berutang?
Harta peninggalan (waris) harus dibebaskan dari wasiat dan utang yang telah wafat sesudah wasiat dan utang diselesaikan. Barulah harta itu menjadi milik ahli waris. []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli as-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani