KETIKA itu, terjadi percakapan antara Amirul Mukminin dengan Abu Hazim al-A’raj.
“Mengapa Anda demikian angkuhnya terhadapku wahai Abu Hazim?” ujar sang khalifah.
“Angkuh yang bagaimana yang Anda maksud dan Anda lihat dari saya wahai Amirul Mukminin,” tutur Salamah.
“Semua tokoh Madinah datang menyambutku, sedang Anda tak menampakkan diri sama sekali.”
Abu Hazim menjawab, “Dikatakan angkuh itu adalah setelah perkenalan, sedangkan Anda belum mengenal saya dan saya pun belum pernah melihat Anda. Maka keangkuhan mana yang telah saya lakukan?”
“Benar alasan syekh dan khalifah telah salah berprasangka. Dalam benakku banyak masalah penting yang ingin aku utarakan kepada Anda wahai Abu Hazim,” kelit sang khalifah.
“Katakanlah wahai Amirul Mukminin, Allah tempat memohon pertolongan.”
“Wahai Abu Hazim, mengapa kita membenci kematian?” tanya sang khalifah.
“Karena kita memakmurkan dunia kita dan menghancurkan akhirat kita. Akhirnya, kita benci keluar dari kemakmuran menuju kehancuran,” jawab Abu Hazim.
“Anda benar. Wahai Abu Hazim, apa bagian kita di sisi Allah kelak?”
“Bandingkan amalan Anda dengan Alquran, niscaya Anda bisa mengetahuinya,” kata Salamah.
“Dalam ayat yang mana saya dapat menemukannya?” kata sang khalifah kembali bertanya.
“Anda bisa temukan dalam firman-Nya yang suci: Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS al-Infithar: 13-14).[]
Sumber: Republika.co.id