JAZIRAH Arab selalu panas di siang hari. Pun pada saat musim dingin. Hari itu, Umar ibnul Khattab sedang berjalan di kota Madinah.
Karena lelah, Umar bersandar pada dinding sebuah rumah. Rumah itu sederhana saja. Beberapa saat Amirul Mukminin bersandar maka berkuranglah lelahnya.
Tiba-tiba ia mendengar suara seorang wanita.
“Wahai putriku,” demikian suara itu, yang tampaknya berbicara kepada anak gadisnya. “Tuangkanlah air ke tempat susu itu.”
BACA JUGA: Bagaimana Umar bin Khattab Dijuluki Al Faruq
Masih dari balik dinding, Umar kemudian mendengar suara satunya lagi, yang tampaknya adalah suara putri sang ibu. “Wahai Ibu, apakah engkau tidak pernah mendengar seruan khalifah Umar bin Khattab kepada para pedagang?”
Umar tercekat mendengar namanya disebut-sebut. Ia semakin mendekatkan telinganya berharap bisa mendengar lebih jelas percakapan dalam rumah tersebut.
“Bukankah khalifah sudah menyuruh kita agar tidak menipu para pembeli dengan mencampurkan air dengan susu?” terdengar lagi suara si gadis.
Sekarang Umar mendengar suara tua sang ibu. “Menurutmu, di mana khalifah sekarang ini berada? Dan bagaimana caranya ia melihat perbuatan kita? Ayolah anakku, cepat lakukan apa yang kuperintahkan kepadamu!”
Tak berapa lama terdengar tegas suara sang gadis, anak ibu tersebut, “Jika Amirul Mukminin tidak melihat perbuatan kita, maka Tuhannya Amirul Mukminin akan dapat melihat perbuatan kita. Demi Allah, aku tidak mau melanggar perintah Allah dan menyalahi perintah khalifah.”
Umar menarik nafas. Ia segera beranjak meninggalkan rumah itu.
BACA JUGA: Permintaan Terakhir Umar bin Khattab
Sesampai di rumah, dia meminta Ashim—putranya untuk menikahi gadis yang beriman dan jujur itu.
Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah anak perempuan yang menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Mereka dikaruniai seorang putra yang bernama Umar bin Abdul Azis, ia termasuk dalam jajaran khalifah yang paling adil dan menyejahterakan kaum Muslimin. []
SUMBER: JALANSIRAH