ABU Bakar bercerita tentang dirinya sendiri dan berkata, “Ketika aku sedang duduk di halaman Ka’bah, sementara Zaid ibn ‘Amr ibn Nufail duduk tidak jauh dariku, tiba-tiba datang lbn Abi Al-Shalt seraya berkata, ‘Bagaimana kabarmu pagi hari ini, wahai orang yang mencari kebaikan?’
Zaid menjawab, ‘Baik.’
‘Apakah kamu telah menemukannya?’ tanya lbn Abi Al-Shalt.
BACA JUGA: Setiap Orang adalah Unik, Rasulullah SAW Sudah Tahu Itu
Zaid menjawab, ‘Belum.’
Kemudian lbn Abi Al-Shalt bertanya, ‘Adapun seorang Nabi yang dinanti-nanti ini, berasal dari kaum kami atau dari kaum kalian?’
Aku berkata, ‘Aku belum pernah mendengar sebelumnya tentang seorang nabi yang dinanti-nanti atau diutus. Maka, aku pergi menemui Waraqah ibn Naufal untuk meminta penjelasan darinya.
“Dia adalah seorang yang banyak mendapat berita dari langit dan memiliki suara hati yang tajam. Lalu aku menceritakan percakapan yang telah aku dengar tadi.’
Waraqah kemudian berkata, ‘Benar, wahai Saudaraku! Kami adalah ahli kitab dan kaum yang berilmu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya seorang nabi yang dinanti-nanti itu akan datang dari suku Arab yang paling mulia, sedangkan aku sendiri mengetahui tentang ilmu Al-Nasab/kesukuan, dan kaum muadalah suku yang paling mulia.’
Aku bertanya, ‘Wahai Paman, apa yang akan disampaikan oleh nabi itu?’
BACA JUGA: Nasihat Rasulullah SAW tentang Rasa Cemburu
‘Dia hanya mengatakan apa yang dikatakan kepadanya. Sesungguhnya dia tidak berbuat zalim dan tidak dizalimi,’ jawabnya.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ diutus, maka aku langsung beriman kepadanya dan membenarkannya.” []
Sumber: 150 Kisah Abu Bakar Al-Shiddiq/Karya: Ahmad Abdul `Al Al-Thahtawi/Penerbit: Mizania