JIMA adalah salah satu ibadah bagi pasangan suami istri yang mampu menghasilkan pahala yang luar biasa baik di dunia maupun di surga nanti. Dengan jima kebutuhan biologis dan psikologi suami istri bisa saling memenuhi satu sama lain.
Suami bisa menjima istrinya kapanpun kecuali pada waktu-waktu yang memang dilarang oleh agama. Tapi, ada waktu-waktu tertentu yang dapat melimpahkan pahala dan kemuliaan saat berjima’ dengan istri. Ada dua waktu yang akan mendatangkan kemuliaan yang lebih saat melakukannya.
BACA JUGA: Benarkah Jima Disunahkan Malam Jumat?
Waktu Jima yang Baik Pertama, saat suami pulang dari bepergian jauh dan pada waktu yang cukup lama. Tentunya, dua insan yang sudah sah menikah ini akan saling merindu satu sama lain. Maka, curahkanlah rasa rindu diantara suami istri salah satunya dengan berjima’.
Waktu Jima yang Baik Kedua, saat suami mendadak pulang dari suatu tempat karena terangsang birahinya ketika ia berada di luar rumah. Maka, tidak boleh ditunda lagi suami istri harus segera berjima’ agar terhindar dari dosa besar salah satunya zina.
Menurut At-thihami dalam kitab “Qurratul Uyun” jima yang utama dilakukan pada saat permulaan waktu malam. Karena, dengan begitu akan terdapat waktu yang panjang untuk mandi junub.
Sedangkan jika jima dilakukan pada akhir malam, maka waktu untuk mandi junub sangat sempit dan akan mengakibatkan tertinggalnya salat subuh berjama’ah.
Dan jika jima dilakukan di akhir malam, tentunya akan dilakukan usai tidur. Hal yang demikian ini pasti akan terjadi bau mulut yang tidak sedap sehingga dikhawatirkan akan mengurangi gairah berjima’ dan menimbulkan rasa jijik.
BACA JUGA: Bolehkah Jima’ di Kamar Mandi?
Selanjutnya, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang enggauli (menjima’) istrinya pada hari Jum’at, lalu ia mandi wajib dan pergi salat Jum’at pada awal waktu dengan berjalan dan tidak menaiki kendaraan, lalu mendekat kepada imam, mendengarkan khatib, dan tidak berkata-kata, setiap amal langkah sunnahnya akan mendatangkan pahala puasa sunnah dan salat malam baginya.” (HR. Abu dawud, Tirmidzi, nasai, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad).
Maka dari itu, hari jum’at adalah hari yang baik untuk melakukan jima karena di dalamnya terkandung pahala yang luar biasa.
Oleh karena itu, hendaklah pasangan suami istri lebih selektif memilih waktu-waktu yang mulia untuk memadu cinta dan kasih dengan pasangan halalnya agar menghasilkan generasi unggul yang mampu menegakkan kalimat tauhid di masa yang akan datang.
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki” (QS. Al-Baqarah : 223) []
Sumber: qurratuluyun | Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga